Adsense Indonesia
Follow Indonesiabaru on Twitter

Selasa, 12 Juli 2011

Pengertian Mineral 2

Untuk menjawab semua permintaan temen2 di posting sebelumnya uang berjudul Pengertian Mineral disini saya akan lebih memperinci mengenai pengertian mineral.. semoga dapat membantu temen2 yang membutuhkannya..














langsung cekidot ya..





Mineral adalah zat padat berupa bahan an-organik yang terbentuk secara alamiah berupa unsure atau persenyawaan dengan komposisi kimia tertentu dan umumnya mempunyai struktur kristal tertentu yaitu bentuk-bentuk geometris beraturan.

Kristal adalah zat padat yang mempunyai bentuk bangun beraturan yang terdiri dari atom-atom dengan susunan teratur.
Perbedaan kristal dan mineral :
Mineral       :    - Terbentuk oleh proses alam
                        - Tidak selalu membentuk kristal
Kristal        :    - Dapat buatan manusia
                        - Tidak selalu membentuk mineral
Sampai sekarang sudah diketahui ada lebih dari 2300 macam mineral (tahun 1989).Jumlah ini bertambah terus, setiap tahun dapat diketahui ada 25 macam mineral baru. Untuk mempelajari mineralogy secara sistematis dengan menggunakan semacam klasifikasi yaitu berdasarkan sifat-sifat kimia mineral atau berdasarkan sifat fisiknya.
Klasifikasi berdasarkan sifat kimia mineral pertama dikemukakan oleh BERZELIUS sebagai berikut :


I.                   Native Elements
Emas (Au)       Perak (Ag)       Tembaga (Cu)                         Intan (C)
II.                Sulphides
Galena (PbS)              Chalcopyrite (CuFeS2)                        Pyrite (FeS2)
III.             Oxides dan Hydroides
Cuprite (Cu2O)                        Hematite (Fe2O3)        Gouthite (HfeO2)
IV.             Halides
Halite (NaCl)              Fluorite (CaF2)                       Sylvite (KU)
V.                Carbonates, Nitrates dan Borates
Kalsit (CaCO3)                        Dolomit (Ca,Mg(CO3)2)                      Soda Niter (NaNO3)
VI.             Sulphates, Chromates, Molybdates dan Tungstates
Barite (BaSO4)                        Gypsum (CaSO4, 2H2O)                     Crocoite (PBCrO4)
VII.          Phospates, Arsenates dan Vanadates
Xenotime (YPO4)                     Apatite (Ca5(PO4)3,(F,Cl,OH)

Untuk mengenali dan mengidentifikasi mineral-mineral dalam latihan dan praktikum, digunakan klasifikasi berdasarkan sifat fisik mineral. Setiap mineral mempunyai karakteristik masing-masing yang berbeda.


SIFAT-SIFAT FISIK MINERAL


1.      Bentuk kristal (Crystal Form)
Suatu bentuk mineral dapat berupa kristal tunggal atau rangkaian kristal. Struktur kristal berkembang pada saat penghabluran dari larutannya. Bentuk ini mempunyai pola teratur pada sisi-sisinya dengan sudut aturannya yang dapat digolongkan ke dalam sistim kristal utama (Gambar 1.1) merupakan ciri setiap mineral. Bentuk-bentuk kristal yang sempurna jarang ditemukan dan sulit untuk dapat melakukan pemerian.

2.      Warna (Colour)
Adalah yang ditampilkan dan dapat terlihat dipermukaan mineral oleh mata telanjang. Warna biasanya lebih bersifat umum daripada menunjuk yang spesifik.
Pada umumnya warna mineral ditimbulkan karena penyerapan beberapa jenis panjang gelombang yang membentuk cahaya putih, jadi warna itu timbul sebagai hasil dari cahaya putih yang dikurangi oleh beberapa panjang gelombang yang terserap.
Mineral berwarna gelap adalah mineral yang secara merata dapat menyerap seluruh panjang gelombang pembentuk cahaya putih.
Mineral-mineral yang mempunyai warna-warna tetap dan tertentu disebut IDIOCHROMATIC, sedangkan mineral yang mempunyai warna yang dapat berubah-ubah disebut ALLOCHROMATIC.
Adapun faktor-faktor yang menimbulkan warna dalam mineral antara lain :
-          Komposisi Kimia
Contoh : warna biru dan hijau pada mineral-mineral Cooper sekunder.
-          Struktur kristal dan ikatan atom
Contoh : polymorph dari Carbon : intan tidak berwarna dan transparant sedangkan graphite berwarna hitam dan opaque.
Polymorph adalah suatu unsur atau senyawa yang dapat membentuk lebih dari satu susunan atom. Tiap-tiap susunan mempunyai sifat-sifat fisik dan struktur kristal yang berbeda. Jadi atom-atom/ion-ion disusun secara berbeda dalam polymorph yang berbeda untuk zat yang sama. (bentuk lain, rumus kimia analog)
-          Pengotoran mineral
Contoh : Calcedon yang berwarna
Sedangkan ion-ion maupun kelompok-kelompok ion yang dapat menimbulkan warna khas pada mineral disebut CHROMOPHORES, sebagai contoh :
-          Ion-ion Cu2 yang terkena hidrasi merupakan chromophore di dalam mineral-mineral Cu sekunder yang berwarna hijau dan biru.
-          Ion-ion Cr3 adalah chromophore di dalam uvarovite (garnet hijau); di dalam muscovite yang mengandung chrom (hijau) dan juga di dalam emerald.

3.      Belahan (Cleavage)
Sifat mineral untuk pecah sepanjang satu atau lebih arah tertentu dan bentuk rata, umumnya sejajar dengan salah satu sisi kristal.
Dengan memperhatikan cleavage yang terdapat dalam fragmen-fragmen mineral maka kita dapat menentukan sistem kristal dari mineral itu. Contohnya mineral yang hanya memperlihatkan sebuah cleavage saja, tidak mungkin termasuk dalam sistem kristal isometrik, karena pada kenyataannya setiap bentuk yang terdapat di dalam sistem kristal tersebut terdapat lebih dari dua permukaan. Demikian juga suatu mineral yang menunjukkan tiga buah arah cleavage yang tidak sama satu sama lain, mungkin termasuk sistem orthorombik, monoklin, triklin; sedangkan apabila ke-3 arah cleavage tersebut masing-masing tegak lurus satu sama lain maka sistem kristalnya orthorombik.
Cleavage merupakan suatu reflesesi daripada struktur dalamnya. Adanya cleavage pada mineral-mineral disebabkan oleh kekuatan dalam struktur yang berbeda-beda. Cleavage dapat dibagi berdasarkan baik/bagus tidaknya permukaan bidangnya (sifat cleavage dapat dinyatakan dengan menggunakan istilah-istilah) :
-          Sempurna (Perfect)
Bila bidang belahan sangat rata (terbelah melalui cleavagenya) diperoleh permukaan licin dan berkilauan (contohnya mika), sedangkan bila pecah tidak melalui bidang belahan agak sukar untuk memecahnya.
-          Baik (Good)
Bidang belahan rata, tetapi tidak sebaik yang sempurna, masih dapat pecah pada arah lain, contohnya Feldspar.
-          Jelas (Distinct)
Bidang belahan jelas, tetapi tidak begitu rata, dapat pecah pada arah lain dengan mudah, contohnya Scapolite.
-          Tak Jelas (Indistinct)
Kemungkinan membelah melalui bidang belahan/pecah melalui permukaan pecahan kesegala arah, akibat adanya tekanan, contohnya Beryl.

4.      Pecahan (Fracture)
Suatu permukaan yang terbentuk akibat pecahnya suatu mineral dan umumnya tidak teratur, disebabkan suatu mineral mendapat tekanan yang melebihi batas-batas elastis dan plastisnya.





Tabel. 1.2. Pecahan berdasarkan bentuk pecahnya.

PECAHAN

KETERANGAN

Conchoidal

Pecah bergelombang melengkung seperti kulit bawang atau botol pecah.
Contoh : Kuarsa, Olivin
Hackly
Pecah tajam-tajam, seperti besi pecah.
Contoh : Stibnite
Fibrous/Splintery
Pecahan menunjukkan bentuk seperti serat.
Contoh : Asbestos, Gypsum, Anhydrite

Even

Bidang pecah halus-agak kasar, masih mendekati bidang datar.
Contoh : Galena
Uneven
Permukaan pecah kasar dan tidak teratur seperti kebanyakan mineral.
Contoh : Hematite


5.      Kilap (Luster)
Cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral. Kilap tergantung pada kualitas fisik permukaan (jumlah cahaya yang dipantulkan). Sebagian luster tidak dipengaruhi oleh warna dari mineral itu.
Kilap/Luster secara umum dapat dibedakan menjadi :
a.         Metallic Luster/Kilap logam
Mineral-mineral yang dapat menyerap pancaran secara kuat, disebabkan oleh sifat opaque atau hampir opaque walaupun mineral-mineral ini terbentuk sebagai fragmen-fragmen yang tipis. Mineral-mineral ini mempunyai indeks bias sebesar 3 ke atas. Mineral-mineral yang mempunyai Metallic Luster seperti Logam Mulia (Native Element) serta sebagian besar Sulfida Logam, contohnya Cooper, Bysmuth, Arsenic, Antimony, Pyrite, Chalcopyrite, Galena, Grafit, Hematite, Magnetite.
b.        Non-Metallic Luster/Kilap non-Logam
Mineral-mineral yang dapat meluluskan cahaya pada bagian-bagian yang tipis dari mineral tersebut. Kilap bukan logam umumnya terdapat pada mineral-mineral yang warna muda (light coloures).
Kilap bukan logam dapat dibedakan menjadi 7, yaitu :
-          Intan (adamantine)
Kilap sangat cemerlang, seperti pada intan permata. Contohnya Diamond, Wulfenite, Vanadinite, Pyrargyrite.
-          Kaca (vitreous)
Kilap seperti pada pecahan kaca. Contohnya Celestine, Beryl, Tourmaline.
-          Damar (resineous)
Kilap seperti damar, contohnya Sphalerit, Realgar.
-          Lemak (greasy)
Kilap seperti lemak, seakan-akan permukaan mineral tersebut berlemak/berminyak, contohnya Nefelin, Zircon, Jadeite, Chrysolite, Talk, Carnalite.
-          Mutiara (pearly)
Kilap seperti mutiara, biasanya terlihat pada bidang-bidang belah mineral. Contohnya Muscovite, Glacaophone, Lepidolite, Albite.
-          Sutera (silkly)
Kilap seperti sutera, biasanya terlihat pada mineral-mineral menyerat, contohnya Serpentin, Asbes, Aurichalcite.
-          Tanah (earthy)
Biasanya juga disebut kilap guram (dull), biasanya terlihat pada mineral yang kompak. Contohnya Lazurite, Glauconite, Kaolinite, Chamosite.

6.      Gores atau Cerat (Streak)
Warna yang dihasilkan apabila mineral dalam keadaan bubuk yang sangat halus. Gores dapat diperoleh dengan jalan menggoreskan di atas porselen goresan yang berwarna putih (streak plate). Gores sebuah mineral dianggap sebagai salah satu unsur penentu yang baik, lebih konstan daripada warna mineralnya. Pada mineral yang mempunyai kilap bukan logam akan menghasilkan goresan warna muda atau lebih ringan dibandingkan warna mineralnya. Pada mineral logam (Kilap Logam) kadang-kadang mempunyai gores yang berwarna lebih gelap daripada mineralnya sendiri. Gores dapat sama atau berbeda dengan warna mineralnya.

7.      Kekerasan (Hardness)
Ukuran daya tahan mineral terhadap goresan (scratching). Kekerasan relatif dari suatu mineral dapat ditetapkan dengan membandingkan mineral tersebut dengan urutan mineral yang dipakai sebagai standar kekerasan. MOHS (1822) telah membuat sekala kekerasan mineral secara kualitatip (scale of relative hardness).

Skala Kekerasan Alat-alat Penguji

Kekerasan
Alat Penguji
2,5
Kuku Manusia
3
Kawat Tembaga
5,5 – 6
Pecahan Kaca
5,5 – 6
Pisau Baja/Paku Baja
6,5 – 7
Kikir Baja


Tabel. 1.4. Skala Kekerasan Relatif Mineral (SEKALA MOHS)
Kekerasan
Nama Mineral
Unsur/Senyawa Kimia
1
Talc (Talk)
Hydrat Magnesium Silikat
2
Gypsum (Gipsum)
Hydrat Kalsium Fosfat
3
Calcite (Kalsit)
Kalsium Karbonat
4
Fluorspar (Fluorit)
Kalsium Flour
5
Apatite (Apatit)
Kalsium Fosfat
6
Feldspar/Ortoklas
Alkali Silikat
7
Quartz (Kuarsa)
Silika
8
Topaz
Alumina Silikat
9
Corondum
Alumina
10
Diamond (Intan)
Karbon

8.      Perawakan (Crystal Habit)
Bentuk khas mineral yang ditentukan oleh bidang-bidang yang membangunnya, termasuk bentuk dan ukuran relatif bidang-bidang itu. Artinya ; bentuk bangunan suatu mineral yang benar-benar terlihat, bukan bentuk sempurna atau bukan bentuk sistim kristal utama.
Perawakan kristal bukan merupakan ciri yang tetap, karena bentuknya sangat dipengaruhi dengan keadaan lingkungan sewaktu pembentukkannya, sedang keadaan itu sangat berubah-ubah. Untuk mineral tertentu sering menunjukkan perawakan kristal tertentu, seperti mineral Mika memperlihatkan perawakan mendaun (foliated), mineral Amphibole perawakan meniang/tiang (columnar).
Perawakan Kristal dibedakan menjadi 3 golongan (Richard Pearl,1975) yaitu :
1)      Elongated habits (meniang/berserabut)
2)      Flattened habits (lembaran tipis)
3)      Rounded habits (membutir)


9.      Berat jenis (Density)
Adalah suatu bilangan murni (tidak mempunyai satuan), yaitu angka yang menyatakan berapa kali berta suatu benda jika dibandingkan dengan berat air yang mempunyai volume sama dengan benda itu, dengan kata lain, ialah perbandingan antara berat jenis benda tersebut dengan berat jenis air.
Berat jenis suatu mineral terutama ditentukan oleh struktur kristal dan komposisi kimianya. Berat jenis akan berubah sesuai dengan perubahan suhu dan tekanan, hal ini disebabkan perubahan kedua faktor ini dapat mengakibatkan pemuaian dan pengkerutan, maka mineral dengan komposisi kimia dan struktur kristal tertentu akan mempunyai suatu berat jenis yang tetap apabila pengukuran dilakukan pada suhu dan tekanan tertentu.
Cara menentukan Berat Jenis pada mineral-mineral antara lain dengan pengukuran sebagai berikut :
-          Berat mineral diukur secara langsung, kemudian isinya diukur berdasarkan prinsip Archimides.
Isinya ditentukan dengan jalan mengukur kehilangan berat yang terdapat ketika fragmen mineral yang sebelumnya telah ditimbang beratnya (ditimbang beratnya dalam keadaan kering), kita masukkan ke dalam air. Fragmen mineral tersebut akan memindahkan sejumlah zat cair dengan isi/berat yang sama dengannya, dan beratnya seolah-olah berkurang sebesar berat zat cair yang dipindahkan.
Jika :          W1 = Berat fragmen mineral kering di udara
                  W2 = Berat fragmen mineral di dalam air
Maka Berat Jenisnya (B.J.) adalah :
                  B.J. = W1 / (W1 – W2)
Setiap jenis mineral mempunyai berat jenis tertentu, sedangkan Berat Jenis ditentukan struktur atom/kristalnya dan komposisi kimianya.

10.      Tenacity
Tenacity yaitu kemampuan mineral untuk ditempa atau dibentuk (tingkat kekenyalan mineral). Tenacity terdiri atas :
  1. Brittle (rapuh), bila mineral mudah retak atau dihancurkan.
  2. Elastis, bila mineral dapat kembali kekeadaan semula setelah dibentuk.
  3. Fleksibel, bila mudah dibentuk tetapi tidak dapat kembali kekeadaan semula.
  4. Sectile, bila dapat diiris dengan pisau.
  5. Ductile, bila mineral dapat ditempa.

11.      Magnetisme
Hanya beberapa mineral saja yang bersifat magnet, diantaranya yang paling umum adalah Magnetite (Fe3O4), Phyrotite (Fe1-nS) dan polymorph dari Fe2O3 maghnite. Sebenarnya semua mineral mempunyai sifat magnetis. Mineral yang bersifat sedikit di tolak oleh magnet disebut Diamagnetis, sedangkan yang sifatnya sedikit tertarik oleh magnet disebut Paramagnetis. Semua mineral yang mengandung besi bersifat Paramagnetis, tetapi ada juga mineral-mineral yang tidak mengandung besi seperti Beryl dapat juga bersifat Paramagnetis.
Sifat-sifat magnetis dari mineral telah dipergunakan di dalam penyelidikan-penyelidikan geofisis dengan menggunakan sebuah magnetometer, sebuah alat yang dapat mengukur segala perubahan dari medan magnet bumi yang kemudian kita nyatakan di dalam Peta. Penyelidikan magnetis ini sangat berguna untuk menentukan suatu cebakan bijih, juga untuk mengetahui perubahan-perubahan jenis batuan dan untuk mengikuti formasi-formasi batuan yang mempunyai sifat-sifat magnetis tertentu.


Selengkapnya...

Potensi Coal Bed Methane (BCM) di Indonesia


Coal bed methane (CBM) merupakan sumber energi yang relatif masih baru. Sumber energi ini merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang diambil dari lapisan batubara ini dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai kebutuhan manusia. Walaupun dari energi fosil yang tidak terbaharukan, tetapi gas ini terus terproduksi bila lapisan batubara tersebut ada. Kenapa? Yuk kita bahas sedikit.
Sebagaimana kita ketahui, batubara di Indonesia cadangan dan produksinya cukup menjanjikan. Dapat kita lihat pada gambar 1, dimana Indonesia termasuk negara produsen batubara dunia.
untitled1
Gambar 1. Negara dengan cadangan dan produksi batubara terbesar di dunia.



Seiring bertambahnya kebutuhan akan energi, baik untuk listrik dan transportasi, negara-negara berkembang seperti Indonesia juga membutuhkan suatu energi alternatif yang dapat terus dikembangkan. Dapat kita lihat pada gambar 2, dimana kebutuhan akan energi untuk pembangkit listrik terus berkembang. Salah satu pembangkit listrik di dunia yang paling dominan adalah dari energi batubara.
untitled2
Gambar 2. Sumber pemakaian energi untuk konsumsi listrik di dunia.
Berdasarkan perkiraan dari sebuah institusi di Prancis, maka konsumsi energi di dunia tetap akan memakai minyak, batubara dan gas sebagai energi primer (gambar 3). Projeksi ini memberikan gambaran sebagaimana pentingnya peran energi fosil sebagai energi yang ”harus” terbarukan. Kata-kata harus disini mungkin tidak masuk akal, karena energi tersebut memang habis dipakai (tidak dapat diperbaharui). Dengan adanya teknologi, riset dan pemikiran baru, maka sebuah lapisan batubara dapat memberikan sebuah energi baru berupa gas yang dapat kita pakai.
Bentuk CBM sama halnya dengan gas alam lainnya. Dapat dimanfaatkan rumah tangga, industri kecil, hingga industri besar. CBM biasanya didapati pada tambang batu bara non-tradisional, yang posisinya di bawah tanah, di antara rekahan-rekahan batu bara.
untitled3
Gambar 3. Energi primer yang dipakai di dunia.
Untuk memproduksi CBM, lapisan batubara harus terairi dengan baik sampai pada titik dimana gas terdapat pada permukaan batubara. Gas tersebut akan teraliri melalui matriks dan pori, dan keluar melalui rekahan atau bukaan yang terdapat pada sumur (gambar 4).
Air dalam lapisan batubara didapat dari adanya proses penggambutan dan pembatubaraan, atau dari masukan (recharge) air dalam outcrops dan akuifer. Air dalam lapisan tersebut dapat mencapai 90% dari jumlah air keseluruhan. Selama proses pembatubaraan, kandungan kelembaban (moisture) berkurang, dengan rank batubara yang meningkat.
untitled4
Gambar 4. Kaitan antara lapisan batubara, air dan sumur CBM.
Gas biogenik dari lapisan batubara subbituminus akan dapat berpotensi menjadi CBM. Gas biogenik tersebut terjadi oleh adanya reduksi bakteri dari CO2, dimana hasilnya berupa methanogens, bakteri anaerobik yang keras, menggunakan H2 yang tersedia untuk mengkonversi asetat dan CO2 menjadi metane sebagai by produk dari metabolismenya. Sedangkan beberapa methanogens membuat amina, sulfida, dan methanol untuk memproduksi metane.
Aliran air, dapat memperbaharui aktivitas bakteri, sehingga gas biogenik dapat berkembang hingga tahap akhir. Pada saat penimbunan maksimum, temperatur maksimum pada lapisan batubara mencapai 40-90°C, dimana kondisi ini sangat ideal untuk pembentukan bakteri metane. Metane tersebut terbentuk setelah aliran air bawah tanah pada saat ini telah ada.
Apabila air tanah turun, tekanan pada reservoir turun, pada saat ini CBM bermigrasi menuju reservoir dari sumber lapisan batubara. Perulangan kejadian ini merupakan regenerasi dari gas biogenik. Kejadian ini dipicu oleh naiknya air tanah atau lapisan batubara yang tercuci oleh air. Hal tersebut yang memberikan indikasi bahwa CBM merupakan energi yang dapat terbaharui.
Lapisan batubara dapat menjadi batuan sumber dan reservoir, karena itu CBM diproduksi secara insitu, tersimpan melalui permukaan rekahan, mesopore, dan mikropore (gambar 5). Permukaan tersebut menarik molekul gas, sehingga tersimpan menjadi dekat. Gas tersebut tersimpan pada rekahan dan sistem pori pada batubara sampai pada saat air merubah tekanan pada reservoir. Gas kemudian keluar melalui matriks batubara dan mengalir melalui rekahan sampai pada sumur. Gas tersebut sering kali terjebak pada rekahan-rekahan.
untitled5
Gambar 5. Kaitan antara porositas mikro, meso dan makro.
CBM juga dapat bermigrasi secara vertikal dan lateral ke reservoir batupasir yang saling berhubungan. Selain itu, dapat juga melalui sesar dan rekahan. Kedalaman minimal dari CBM yang telah dijumpai 300 meter dibawah permukaan laut.
Gas terperangkap pada lapisan batubara sangat bergantung pada posisi dari ketinggian air bawah tanah. Normalnya, tinggi air berada diatas lapisan batubara, dan menahan gas di dalam lapisan. Dengan cara menurunkan tinggi air, maka tekanan dalam reservoir berkurang, sehingga dapat melepaskan CBM (gambar 6).
untitled6Gambar 6. Penampang sumur CBM.
Pada saat pertama produksi, ada fasa dimana volume air akan dikurangi (dewatering) agar gas yang dapat diproduksi dapat meningkat. Setelah fasa ini, fasa-fasa produksi stabil akan terjadi. Seiring bertambahnya waktu, peak produksi akan terjadi, saat ini merupakan saat dimana produksi CBM mencapai titik maksimal dan akan turun (decline).
Volume gas yang diproduksi akan berbanding terbalik dengan volume air. Bila volume gas yang diproduksi tinggi, maka volume air akan berkurang. Setelah peak produksi, akan terjadi fasa selanjutnya, yaitu fasa penurunan produksi (gambar 7). Seperti produksi minyak dan gas pada umumnya, fasa-fasa tersebut biasa terjadi. Namun demikian, seperti yang telah diuraikan, CBM dapat terbaharukan.
untitled7Gambar 7. Volume vs time dalam produksi CBM.
untitled8
Gambar 8. Cadangan CBM Amerika.
Cadangan Coal Bed Methane (CBM) Indonesia saat ini cukup besar, yakni 450 TCS dan tersebar dalam 11 basin. Potensi terbesar terletak di kawasan Barito, Kalimantan Timur yakni sekira 101,6 TCS, disusul oleh Kutai sekira 80,4 TCS. Bandingkan dengan gambar 8, Amerika yang memiliki cadangan batubara cukup luas dan tersebar, hanya memiliki cadangan CBM yang relatif kecil.
Berdasarkan data Bank Dunia, konsentrasi potensi terbesar terletak di Kalimantan dan Sumatera. Di Kalimantan Timur, antara lain tersebar di Kabupaten Berau dengan kandungan sekitar 8,4 TCS, Pasir/Asem (3 TCS), Tarakan (17,5 TCS), dan Kutai (80,4 TCS). Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah (101,6 TCS). Sementara itu di Sumatera Tengah (52,5 TCS), Sumatera Selatan (183 TCS), dan Bengkulu 3,6 TCS, sisanya terletak di Jatibarang, Jawa Barat (0,8 TCS) dan Sulawesi (2 TCS).
Sebagai informasi, sumber daya terbesar sebesar 6,49 TCS ada di blok Sangatta-1 dengan operator Pertamina hulu energi methane Kalimantan A dengan basin di Kutai. Disusul Indragiri hulu dengan operator Samantaka mineral prima dengan basin Sumatera Selatan yang mempunyai sumber daya 5,50 TCS, dan sumber daya paling rendah terlatak di blok Sekayu yang dioperatori Medco SBM Sekayo dengan basin Sumatera Selatan, dengan sumber daya 1,70 TCS.

untitled9

Selengkapnya...

Pengertian CBM (Coal Bed Methane)

Banyak dari kita tidak mengetahui apa itu CBM ( Coal Bed Methane) disini saya coba membagi informasi ke teman2 tentang pengertian CBM.. Yang saya baca dari blog tetangga,, semoga dapat bermanfaat..



sumber : http://imambudiraharjo.wordpress.com/2010/01/19/mengenal-cbm-coal-bed-methane/



Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron, sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.
Gas yang terperangkap pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana, sehingga secara umum gas ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat CBM. Dalam klasifikasi energi, CBM termasuk unconventional energy (peringkat 3), bersama-sama dengan tight sand gas, devonian shale gas, dan gas hydrate. High quality gas (peringkat 1) dan low quality gas (peringkat 2) dianggap sebagai conventional gas.

Produksi CBM
Di dalam lapisan batubara banyak terdapat rekahan (cleat), yang terbentuk ketika berlangsung proses pembatubaraan. Melalui rekahan itulah air dan gas mengalir di dalam lapisan batubara. Adapun bagian pada batubara yang dikelilingi oleh rekahan itu disebut dengan matriks (coal matrix), tempat dimana kebanyakan CBM menempel pada pori-pori yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, lapisan batubara pada target eksplorasi CBM selain berperan sebagai reservoir, juga berperan sebagai source rock.
Gambar 1. Prinsip produksi CBM
(Sumber: sekitan no hon, hal. 109)
CBM bisa keluar (desorption) dari matriks melalui rekahan, dengan merendahkan tekanan air pada target lapisan. Hubungan antara kuantitas CBM yang tersimpan dalam matriks terhadap tekanan dinamakan kurva Langmuir Isotherm (proses tersebut berada pada suhu yang konstan terhadap perubahan tekanan). Untuk memperoleh CBM, sumur produksi dibuat melalui pengeboran dari permukaan tanah sampai ke lapisan batubara target. Karena di dalam tanah sendiri lapisan batubara mengalami tekanan yang tinggi, maka efek penurunan tekanan akan timbul bila air tanah di sekitar lapisan batubara dipompa (dewatering) ke atas. Hal ini akan menyebabkan gas metana terlepas dari lapisan batubara yang memerangkapnya, dan selanjutnya akan mengalir ke permukaan tanah melalui sumur produksi tadi. Selain gas, air dalam jumlah yang banyak juga akan keluar pada proses produksi ini.
Potensi CBM
Mengenai pembentukan CBM, maka berdasarkan riset geosains organik dengan menggunakan isotop stabil karbon bernomor masa 13, dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis pola pembentukan.
Sebagian besar CBM adalah gas yang terbentuk ketika terjadi perubahan kimia pada batubara akibat pengaruh panas, yang berlangsung di kedalaman tanah. Ini disebut dengan proses thermogenesis. Sedangkan untuk CBM pada lapisan brown coal (lignit) yang terdapat di kedalaman kurang dari 200m, gas metana terbentuk oleh aktivitas mikroorganisme yang berada di lingkungan anaerob. Ini disebut dengan proses biogenesis. Baik yang terbentuk secara thermogenesis maupun biogenesis, gas yang terperangkap dalam lapisan batubara disebut dengan CBM.
Gambar 2. Pembentukan CBM
(Sumber: sekitan no hon, hal. 109)
Kuantitas CBM berkaitan erat dengan peringkat batubara, yang makin bertambah kuantitasnya dari gambut hingga medium volatile bituminous, lalu berkurang hingga antrasit. Tentu saja kuantitas gas akan semakin banyak jika lapisan batubaranya semakin tebal.
Dari penelitian Steven dan Hadiyanto, 2005, (IAGI special publication) ada 11 cekungan batubara (coal basin) di Indonesia yang memiliki CBM, dengan 4 besar urutan cadangan sebagai berikut: 1. Sumsel (183 Tcf), 2. Barito (101.6 Tcf), 3. Kutai (80.4 Tcf), 4. Sum-Tengah (52.5 Tcf). Dengan kata lain sumber daya CBM di Sumsel sama dengan total (conventional) gas reserves di seluruh Indonesia.
Terkait potensi CBM ini, ada 2 hal yang menarik untuk diperhatikan:
Pertama, jika ada reservoir conventional gas (sandstone) dan reservoir CBM (coal) pada kedalaman, tekanan, dan volume batuan yang sama, maka volume CBM bisa mencapai 3 – 6 kali lebih banyak dari conventional gas. Dengan kata lain, CBM menarik secara kuantitas.
Kedua, prinsip terkandungnya CBM adalah adsorption pada coal matrix, sehingga dari segi eksplorasi faktor keberhasilannya tinggi, karena CBM bisa terdapat pada antiklin maupun sinklin. Secara mudahnya dapat dikatakan bahwa ada batubara ada CBM.
Produksi CBM & Teknologi Pengeboran
Pada metode produksi CBM secara konvensional, produksi yang ekonomis hanya dapat dilakukan pada lapisan batubara dengan permeabilitas yang baik.
Tapi dengan kemajuan teknik pengontrolan arah pada pengeboran, arah lubang bor dari permukaan dapat ditentukan dengan bebas, sehingga pengeboran memanjang dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan. Seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah, produksi gas dapat ditingkatkan volumenya melalui satu lubang bor dengan menggunakan teknik ini.
Gambar 3. Teknik produksi CBM
(Sumber: sekitan no hon, hal. 113)
Teknik ini juga memungkinkan produksi gas secara ekonomis pada suatu lokasi yang selama ini tidak dapat diusahakan, terkait permeabilitas lapisan batubaranya yang jelek. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan di Australia dan beberapa negara lain, dimana produksi gas yang efisien dilakukan dengan sistem produksi yang mengkombinasikan sumur vertikal dan horizontal, seperti terlihat pada gambar di bawah.
Gambar 4. Produksi CBM dengan sumur kombinasi
(Sumber: sekitan no hon, hal. 113)
Lebih jauh lagi, telah muncul pula ide berupa sistem produksi multilateral, yakni sistem produksi yang mengoptimalkan teknik pengontrolan arah bor. Lateral yang dimaksud disini adalah sumur (lubang bor) yang digali arah horizontal, sedangkan multilateral adalah sumur horizontal yang terbagi-bagi menjadi banyak cabang.
Pada produksi yang lokasi permukaannya terkendala oleh keterbatasan instalasi fasilitas akibat berada di pegunungan misalnya, maka biaya produksi memungkinkan untuk ditekan bila menggunakan metode ini. Secara praktikal, misalnya dengan melakukan integrasi fasilitas permukaan.
Catatan: Teknik pengontrolan arah bor
Teknik pengeboran yang menggunakan down hole motor (pada mekanisme ini, hanya bit yang terpasang di ujung down hole motor saja yang berputar, melalui kerja fluida bertekanan yang dikirim dari permukaan) dan bukan mesin bor rotary (pada mekanisme ini, perputaran bit disebabkan oleh perputaran batang bor atau rod) yang selama ini lazim digunakan, untuk melakukan pengeboran sumur horizontal dll dari permukaan. Pada teknik ini, alat yang disebut MWD (Measurement While Drilling) terpasang di bagian belakang down hole motor, berfungsi untuk memonitor arah lubang bor dan melakukan koreksi arah sambil terus mengebor.
Gambar 5. Pengontrolan arah bor
(Sumber: sekitan no hon, hal. 113)
ECBM
ECBM (Enhanced Coal Bed Methane Recovery) adalah teknik untuk meningkatkan keterambilan CBM. Pada teknik ini, gas injeksi yang umum digunakan adalah N dan CO2. Disini, hasil yang diperoleh sangat berbeda tergantung dari gas injeksi mana yang digunakan. Gambar di bawah ini menunjukkan produksi CBM dengan menggunakan gas injeksi N dan CO2.
Gambar 6. ECBM dengan N dan CO2
(Sumber: sekitan no hon, hal. 115)
Bila N yang digunakan, hasilnya segera muncul sehingga volume produksi juga meningkat. Akan tetapi, karena N dapat mencapai sumur produksi dengan cepat, maka volume produksi secara keseluruhan justru menjadi berkurang.
Ketika N diinjeksikan ke dalam rekahan (cleat), maka kadar N di dalamnya akan meningkat. Dan karena konsentrasi N di dalam matriks adalah rendah, maka N akan mengalir masuk ke matriks tersebut. Sebagian N yang masuk ke dalam matriks akan menempel pada pori-pori. Oleh karena jumlah adsorpsi N lebih sedikit bila dibandingkan dengan gas metana, maka matriks akan berada dalam kondisi jenuh (saturated) dengan sedikit N saja.
Gambar 7. Tingkat adsorpsi gas
(Sumber: sekitan no hon, hal. 115)
Gambar 8. Substitusi gas injeksi pada matriks batubara
(Sumber: sekitan no hon, hal. 115)
Namun tidak demikian dengan CO2. Gas ini lebih mudah menempel bila dibandingkan dengan gas metana, sehingga CO2 akan menghalau gas metana yang menempel pada pori-pori. CO2 kemudian segera saja banyak menempel di tempat tersebut. Dengan demikian, di dalam matriks akan banyak terdapat CO2 sehingga volume gas itu yang mengalir melalui cleat lebih sedikit bila dibandingkan dengan N. Akibatnya, CO2 memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai sumur produksi. Selain itu, karena CO2 lebih banyak mensubstitusi gas metana yang berada di dalam matriks, maka tingkat keterambilan (recovery) CBM juga meningkat.
*Tulisan ini adalah terjemah bebas buku “Sekitan no hon” sub bab 45, 47, dan 48 (editor Kazuo Fujita, penerbit Nikkan Kōgyō Shinbunsha, April 2009), ditambah sumber lain, terutama tulisan Yudi Purnama di milist iagi-net-I tertanggal 24 April 2007.

Selengkapnya...