Adsense Indonesia
Follow Indonesiabaru on Twitter

Kamis, 31 Desember 2009

EVALUASI dan OPTIMASI CADANGAN BATUBARA

1. pendahuluan

Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini merupakan pekerjaan (tahap) lanjutan dari hasil Pemodelan Sumberdaya Batubara. Pada tahapan ini mulai diterapkan (diidentifikasikan) batasan-batasan teknis maupun ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya batubara yang telah diterapkan (dimodelkan) sebelumnya.

Selain itu, pada tahapan Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini diharapkan telah dapat dikuantifikasi jumlah batubara yang realistis dan layak yang dapat diperoleh melalui penambangan dengan metoda & sistem penambangan yang dipilih sesuai dengan model sumberdaya yang telah diketahui.

Secara umum, aspek-aspek penting yang akan diuraikan & dipelajari dalam sesi (modul) ini adalah sebagai berikut :

§ Penentuan & pemilihan pit potensial

§ Konsep nisbah kupas (stripping ratio)

§ Faktor-faktor pembatas dan losses

§ Metoda-metoda perhitungan cadangan batubara

§ Konsep optimasi jumlah cadangan tertambang.

Beberapa pengertian/definisi dasar yang berhubungan dengan evaluasi cadangan batubara (diadopsi dari : geological survey circular 891, 1983) adalah :

§ Coal (batubara) : suatu batuan yang dapat terbakar yang tersusun lebih dari 50% berat (lebih dari 70% volume) material karbonan (carbonaceous), termasuk inherent moisture yang terbentuk material (bagian) tumbuhan yang telah mengalami kompaksi, perubahan fisik-kimia oleh panas & tekanan dalam skala waktu geologi.

§ Coal bed (seam) : seluruh lapisan (batubara dan parting) yang terdapat diantara batas roof (atap) dan floor (lantai).

§ Bone coal (bone) : impure coal yang mengandung banyak lempung atau material-material detrital berukuran halus dan kadang-kadang dikonotasikan dengan istilah silty coal atau shally coal atau sandy coal.

§ Impure coal (coaly) : suatu batubara (coal) yang mengandung lebih dari 33% berat abu dan dapat diasosiasikan sebagai parting dalam suatu lapisan (seam) batubara.

§ High ash coal : batubara yang mengandung lebih dari 15% abu dalam basis as-received.

§ High sulfur coal : batubara yang mengandung lebih dari 3% sulfur dalam basis as-received.

§ Recoverable coal : batubara yang dapat/bisa diekstrak dari suatu lapisan batubara pada saat penambangan. Term “Recoverable” ini biasanya dikombinasikan dengan sumberdaya (resources) bukan dengan cadangan (reserve).

§ Mineable coal : kapasitas (jumlah) cadangan batubara yang dapat ditambang (tertambang) pada kondisi teknologi penambangan sekarang, dengan telah mempertimbangkan faktor lingkungan, hukum & perundang-undangan serta peraturan yang berlaku (legalitas), serta kebijakan pemerintah yang diterapkan.

Untuk ketebalan, penyebaran lapisan batubara, serta evaluasi cadangan, beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan adalah :

a. Suatu penentuan ketebalan batubara belum dapat dikatakan komplit (valid) jika :

§ Pengukuran tebal dilakukan pada singkapan dimana batuan disekitarnya memperlihatkan gejala slumping,

§ Pengukuran tebal dilakukan pada suatu singkapan batubara yang lapuk (tidak segar),

§ Pengukuran tebal dilakukan pada titik bor yang tidak menembus dengan baik roof & floor lapisan batubara,

§ Pengukuran tebal dilakukan pada daerah yang diketahui mengalami erosi bidang pada roof/floor lapisan batubara,

§ Pengukuran tebal dilakukan dengan cara membuat channel pada suatu lapisan batubara, namun diketahui lapisan tersebut telah mengalami perubahan letak (perpindahan) atau pada bongkah.

b. Tingkat keyakinan geologi terhadap model sumberdaya yang dikonstruksi :

§ Jarak antar titik informasi,

§ Konsep dalam pengkorelasian batubara,

§ Tingkat ketelitian (detil) dalam mengidentifikasikan struktur geologi.

c. Derajad kelayakan ekonomis suatu pembukaan tambang batubara dipengaruhi oleh :

§ ketebalan lapisan batubara & overburden,

§ rank dan kualitas batubara,

§ biaya (cost) penambangan,

§ perkiraan harga jual batubara,

§ serta perkiraan (target) keuntungan.

2. Penentuan & Pemilihan Pit Potensial

Penentuan & pemilihan pit potensial merupakan sebagai langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal sumberdaya batubara yang potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit penambangan.

Data-data awal yang diperlukan merupakan data-data yang diperoleh/dihasilkan pada saat melakukan model sumberdaya, yaitu :

§ Peta topografi : untuk mengetahui (melihat) variasi topografi (terutama daerah tinggian – lembah).

§ Peta geologi lokal : untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran & kemenerusan lapisan batubara, serta pola struktur geologi.

§ Peta iso-ketebalan : untuk mengetahui variasi ketebalan dari batubara, sehingga jika disyaratkan ketebalan minimum yang akan dihitung, maka peta ini dapat digunakan sebagai faktor pembatas.

§ Peta elevasi top (atap » roof) batubara ; untuk mengetahui pola kemenerusan lapisan batubara.

Langkah awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah membuat (mengkonstruksi) peta iso-overburden, yaitu dengan cara melakukan overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara dengan peta topografi (Gambar 1). Nilai kontur pada peta iso-overburden merupakan refleksi dari ketebalan overburden. Peta iso-overburden secara umum (gamblang) dapat menggambarkan (merefleksikan) kondisi sebaran batubara terhadap variasi topografi pada areal tertentu.

gbr-1

Gambar 1. Sketsa konstruksi peta iso-overburden.

Pada beberapa kondisi khusus seperti terbatasnya tinggi (tebal) overburden yang disyaratkan, maka Peta Iso-overburden ini dapat dengan cepat digunakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan pit limit.

Adapun pola umum yang dapat diterapkan untuk penentuan pit potensial adalah sebagai berikut :

a. Identifikasikan faktor-faktor pembatas, seperti :

§ Struktur geologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan terdapat beberapa struktur geologi (seperti patahan), maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.

§ Kondisi litologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan adanya blok intrusi, maka blok intrusi tersebut harus ditentukan batasnya untuk pembatas pit potensial.

§ Kondisi geografis : jika. pada peta topografi diketahui mengalir suatu sungai yang besar dan secara teknis sungai tersebut tidak dapat dipindahkan, maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.

§ Kondisi geologi batubara : jika diidentifikasikan adanya ketebalan batubara yang tidak memenuhi syarat seperti t <>

§ Kondisi geoteknik : jika diketahui limit (batas) ketinggian lereng maksimum, maka ini juga dapat merefleksikan batasan ketebalan overburden maksimum.

§ Kondisi pembatas lain : misalnya adanya jalan, perkampungan, atau areal lindung, maka dengan memplotkan lokasinya dapat digunakan sebagai batas pit potensial.

b. Analisis peta iso-overburden :

Dengan memperhatikan pola kontur peta iso-overburden, seperti :

§ Kontur rapat dan berada di dekat cropline batubara, menunjukkan ketebalan overburden relatif mempunyai variasi yang besar & intensif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya tinggian/punggungan (bukit) di atas lapisan batubara,

§ Kontur relatif renggang dan mempunyai pola menjauhi cropline batubara. Kondisi ini menguntungkan, karena variasi ketebalan overburden relatif mempunyai interval yang lebar.

Dengan mengkombinasikan kedua faktor di atas (faktor pembatas & faktor ketebalan overburden), maka dengan cepat lokasi pit potensial dapat dilokalisir (ditentukan). Dengan mengetahui lokasi pit potensial ini, maka optimasi cadangan batubara dapat dilakukan pada areal yang terbatas, yaitu areal yang telah dapat diprioritaskan. Pada Gambar 2a dan 2b dapat dilihat contoh penentuan lokasi pit potensial dengan pendekatan faktor pembatas yang berbeda.

gbr-2


gbr-3



3. Konsep Nisbah Kupas (Stripping Ratio)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa ketebalan lapisan batubara dan ketebalan tanah penutup (overburden) merupakan faktor utama yang mengontrol kelayakan suatu pembukaan tambang batubara.

Pengetahuan jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan perunit batubara sesuai dengan metoda penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah Kupas (Stripping Ratio). Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai “Perbandingan jumlah volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara”.

Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam perumusan nilai Stripping Ratio. Batubara dengan harga jual yang tinggi akan memberikan Nisbah Kupas yang lebih baik daripada batubara dengan harga jual yang rendah.

Dalam pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan sebagai dasar untuk perhitungan (penaksiran) jumlah cadangan batubara. Dalam Geological Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar yang dapat dipahami, antara lain :

a. Ketebalan batubara minimum yang dapat diperhitungkan sebagai cadangan :

§ Untuk batubara antrasit & bituminous : ketebalan minimum adalah 70 cm dengan kedalaman maksimum 300 m.

§ Untuk batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 300 m.

§ Untuk lignit : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 150 m.

Kedalaman maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika penambangan diteruskan dengan metoda penambangan bawah tanah.

b. Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan perhitungan cadangan, adalah :

§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 0 – 30 m,

§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 30 – 60 m,

§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 60 – 150 m,

c. Recovery factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara yang dapat ditambang (dengan metoda stip mining, auger mining, atau underground mining) terhadap jumlah cadangan yang telah diperhitungkan sebelumnya.

Konsep-konsep di atas perlu dipahami dengan tujuan konservasi sumberdaya batubara (alam), karena kalau dalam pertimbangan ekonomis hanya dengan memperhatikan stripping ratio saja, maka jumlah cadangan yang dapat diekstrak hanya terbatas, sedangkan sebagai follow-up perlu dipertimbangkan juga penggunaan metoda auger-mining.

Beberapa parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping ratio yang masih ekonomis (Break Even Stripping Ratio), adalah :

Investasi

Biaya eksplorasi, bangunan, pembuatan jalan, peralatan tambang utama, peralatan penunjang, peralatan stockpile, kendaraan.

Upah tenaga kerja

Biaya produksi batubara

Penambangan batubara, pengupasan tanah penutup, pengangkutan batubara, pengolahan, lingkungan, gantirugi lahan, royalti.

Harga jual batubara

Analisis aliran kas : IRR, NPV, dan PBP

Namun secara umum, faktor utama untuk penentuan nilai ekonomis stripping ratio ini adalah : jumlah cadangan batubara (marketable), volume tanah penutup (BCM), serta umur tambang.

Secara sederhana (Rule of thumb) penentuan harga Stripping Ratio yang masih ekonomis adalah sebagai berikut :

§ Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan batubara ke stockpile.

§ Perkirakan unit cost transportasi batubara dari stock pile sampai ke pelabuhan.

§ Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan overburden ke waste dump.

§ Perkirakan volume tanah penutup, untuk total cost.

§ Perkirakan recoverable reserve, untuk total revenue.

§ Perkirakan harga jual batubara per ton, untuk total revenue.

§ Perkirakan biaya investasi & eksplorasi.

§ Perkirakan biaya lain-lain.

§ Perkirakan umur tambang.

Maka perbandingan nilai jual batubara terhadap total cost harus lebih besar daripada 1 (revenue > total cost).

4. Faktor-faktor Pembatas Dalam Penentuan Cadangan Tertambang

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan diperoleh cadangan tertambang 100% dari cadangan insitu, dimana akan terjadi dilution sepanjang tahap penambangan. Sebelum mulai menghitung suatu nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua) faktor utama yang harus dikuantifikasi, yaitu Faktor Pembatas Cadangan dan Faktor Losses.

a. Faktor-faktor pembatas suatu cadangan :

§ Minimum ketebalan lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan teknik penambangan & stripping ratio.

§ Maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan nilai stripping ratio.

§ Maksimum stripping ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau tingkat kelayakan penambangan.

§ Maksimum kemiringan lapisan batubara, hal ini akan berhubungan dengan teknologi penambangan dan nilai stripping ratio.

§ Minimum (%) yield proses untuk mendapatkan batubara bersih, yaitu kalau diperkirakan akan dilakukan proses pencucian.

§ Maksimum kandungan abu, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.

§ Maksimum kandungan sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.

§ Batasan alamiah – geografis, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan alam yang harus diperhatikan, seperti adanya sungai besar, daerah konservasi alam, atau adanya jalan negara, atau adanya suatu areal tertentu yang tidak mungkin dipindahkan.

§ Batasan alamiah – geologi, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan geologi, seperti adanya sesar, intrusi, dll.

b. Faktor Losses

Yaitu faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan geologi maupun akibat teknis penambangan. Beberapa faktor losses adalah :

§ Geological Losses, yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada saat pengkorelasian lapisan batubara.

§ Mining Losses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat, faktor safety, dll.

§ Processing Losses, yaitu faktor kehilangan (recovey » yield) akibat diterapkannya metoda pencucian batubara atau kehilangan pada proses lanjut di Stockpile.

Faktor-faktor pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam penerapannya, faktor-faktor pembatas tersebut akan menjadi Pit Limit dalam panambangan.

Sedangkan faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan cadangan, dan dapat dikuantifikasi besar nilai losses tersebut. Berikut akan diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut.

Geological Losses

§ Biasanya untuk kemudahan, langsung diambil nilai umum yaitu 5 – 10%.

§ Namun dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan batubara, yaitu dengan bantuan analisis statistik. Parameter statistik yang dapat digunakan adalah : standard deviasi, koefisien variasi, atau standard error.

Rata-rata = rumus-1 » m ; Standard Deviasi = rumus-2

Koef. variasi = rumus-3

Mining Losses

§ Secara umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining losses sebesar 10%, sedangkan untuk tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metoda Long Wall mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room & Pillar mempunyai Recovery 50-60%), untuk auger mining digunakan mining losses sebesar 60-70% (atau Recovery 30-40% sesuai dengan spesifikasi perlatannya).

§ Untuk metoda Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan lapisan yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor. Jika ketebalan lapisan hanya 1 m, maka Mining Losses = 20%., sedangkan jika ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses = 10%., dan jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%.

Processing Losses (yield), sangat tergantung pada hasil uji ketercucian (washability test), dimana harga perolehan (yield) ditentukan dari hasil uji tersebut.

5. Perhitungan Cadangan Batubara Dengan Metoda Penampang

Karena batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang tinggi, maka untuk perhitungan cadangan dapat diterapkan metoda konvensional (klasik) dengan tingkat ketelitian yang cukup baik. Untuk tujuan praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan jumlah cadangan tertambang.

5.1 Metoda Penampang

Pada prinsipnya, perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda penampang ini adalah mengkuantifikasikan cadangan pada suatu areal dengan membuat penampang-penampang yang representatif dan dapat mewakili model endapan pada daerah tersebut.

Pada masing-masing penampang akan diperoleh (diketahui) luas batubara dan luas overburden. Volume batubara & overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian banyak penampang.

a. Dengan menggunakan 1 (satu) penampang

Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang mempunyai daerah pengaruh hanya terhadap penampang yang dihitung saja (lihat Gambar 3).

gbr-41

Gambar 3. Jarak pengaruh sebuah penampang.

Volume = (A x d1) + (A x d2)

dimana : A = luas overburden

d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1

d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2

Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh penampang tersebut. Jika penampang tunggal tersebut merupakan penampang korelasi lubang bor, maka akan merefleksikan suatu bentuk poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai dengan daerah pengaruh titik bor (poligon) tersebut.

b. Dengan menggunakan 2 (dua) penampang

Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di antara 2 penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua penampang tersebut. Jika tidak terlalu berbeda (Gambar 4a), maka dapat digunakan rumus mean area & rumus kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar (Gambar 4b) maka digunakan rumus obelisk.

gbr-5

Gambar 4a. Penampang untuk rumus mean area & kerucut terpancung.

Rumus mean area : rumus-4

Rumus kerucut terpancung : rumus-5

dimana A1 dan A2 adalah luasan penampang 1 & 2, dan d adalah jarak antar penampang.

gbr-6

Gambar 4b. Penampang untuk rumus obelisk

Rumus obelisk : , rumus-6

dimana rumus-7

c. Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang

Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi (kontras) pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara untuk mereduksi kesalahan (Gambar 5). Untuk menghitungnya digunakan rumus prismoida.

gbr-7


Gambar 5. Kondisi penggunaan metoda 3 penampang

Rumus prismoida : rumus-8

dimana A1 & A3 adalah luas penampang 1 & 3, A2 adalah luas penampang antara.

5.2 Data-Data Awal

§ Peta-peta dasar (peta topografi, peta geologi, peta struktur elevasi roof/floor batubara),

§ Peta isopach ketebalan dan atau peta poligon daerah pengaruh lubang bor.

§ Peta Lokasi Pit Potensial & batasan-batasannya.

§ Hasil analisis kestabilan lereng.

Seluruh data-data awal tersebut akan menjadi dasar dalam pembuatan (konstruksi) series penampang perhitungan cadangan.

5.3 Data-Data Olahan & Konvensi

§ Penaksiran tebal (jika diperlukan), untuk penaksiran ini dapat digunakan metoda poligon, metoda inverse distance, atau metoda geostatistik.

§ Penaksiran kualitas (jika diperlukan), untuk penaksiran ini juga dapat digunakan metoda poligon, metoda inverse distance, atau metoda geostatistik.

§ Geological Losses, Mining Losses, Processing Losses, seperti yang telah diuraikan sebelumnya dapat melalui konvensi maupun dengan perhitungan.

5.4 Tahap Pengerjaan Perhitungan Cadangan

§ Pembuatan lintasan penampang perhitungan, sebaiknya deretan penampang dibuat memotong (relatif tegak lurus) arah umum bidang perlapisan.

§ Konstruksi penampang, telah memasukkan elemen-elemen topografi, bidang lapisan batubara, geometri lereng, serta faktor-faktor pembatas lainnya.

§ Pemilihan rumus perhitungan, dengan memperhatikan variasi masing-masing penampang.

§ Perhitungan luasan masing-masing penampang, dapat dengan menggunakan planimeter maupun dengan menggunakan program komputer.

§ Perhitungan tonase batubara & volume overburden, dalam tabulasinya sebaiknya dibuat dalam worksheet.

gbr-8a

gbr-8b

Gambar 6. Beberapa contoh penampang perhitungan cadangan


6. Optimasi cadangan tertambang

6.1 Optimasi berdasarkan Stripping Ratio

§ Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu dengan mengoptimasi stripping ratio masing-masing penampang, maupun kumulatif stripping ratio keseluruhan areal.

§ Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan menghitung stripping ratio dengan lebar blok tertentu searah jurus perlapisan batubara dan lebar tertentu ke arah dipping dengan menggunakan interval elevasi kontur struktur batubara.

6.2 Optimasi berdasarkan Kualitas

§ Faktor pembobotan tonase, yaitu dengan memasukkan pembobotan tonase pada range kualitas tertentu sehingga dapat dioptimalkan tonase cadangan sesuai dengan syarat minimal yang ditargetkan.

§ Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu mengelompokkan series perhitungan penampang dengan minimum kualitas, disini biasanya digunakan peta iso-kualitas sebagai faktor pembatasnya.

§ Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan melakukan penaksiran harga kualitas pada masing-masing blok yang telah disusun, sehingga nantinya juga akan dilakukan optimasi berdasarkan pembobotan tonase.


Pustaka

1. Geological Survey Circular 891., Coal Resource Classification System of the USGS, USGS 1983

2. Totok Darijanto, Model Sumberdaya Batubara, tidak dipublikasikan, 1999

3. Stone, John G., Dunn, Peter G., Ore Reserve Estimates in The World, Society of Economics Geologist Special Publication Number 3, 1994

4. Syafrizal, Optimasi Cadangan Batubara Berdasarkan Kualitas, tidak dipublikasikan, 2000

5. Wellmer, Friedrich-Wilhelm, Economic Evaluation in Exploration, Springer-Verlag, 1986.

6. Ward, Collin R., Coal Geology and Coal Technology, Blackwell Scientific Publications, 1984


Selengkapnya...

Selasa, 29 Desember 2009

Lubrication Oil (Minyak Pelumas)

Dua jenis minyak pelumas adalah minyak mineral dan minyak sintesis. Minyak pelumas mineral adalah jenis pelumas yang banyak digunakan pada unit pembangkit dan merupakan hasil sampingan dari penyulingan minyak mentah. Minyak pelumas mineral hasil penyulingan tersebut disaring untuk mengeluarkan senyawa dan benda-benda asing lainnya. Proses ini menghasilkan beberapa tingkat minyak pelumas mineral yang berbeda. Tingkat tersebut ditentukan oleh jumlah proses penyulingan dan jenis minyak mentah yang disuling.

Karakteristik Minyak Pelumas

Karakteristik dari minyak pelumas menggambarkan kemampuan pelumasannya. Sifat –sifat dari pelumas tersebut adalah:

1. Kekentakan (viscosity)

Kekentalan merupakan sifat terpenting dari minyak pelumas, yang merupakan ukuran yang menunjukan tahanan minyal terhadap suatu aliran. Minyak pelumas dengan viskositas tinggi adalah kental, berat dan mengalir lambat. Ia mempunyai tahanan yang tinggi terhadap geraknya sendiri serta lebih banyak gesekan di dalam dari molekul-molekul minyak yang saling meluncur satu diatas yang lain. Jika digunakan pada bagian-bagian mesin yang bergerak, minyak dengan kekekantalan tinggi kurang efisien karena tahanannya terhadap gerakan. Sedangkan keuntungannya adalah dihasilkan lapisan minyak yang tebal selama penggunaan.

Minyak dengan kekentalan rendah mempunyai geekan didalam dan tahanan yang kecil terahdap aliran. Suatu minyak dengan kekentalan rendah mengalir lebih tipis. Minyak ini dipergunakan pada bagian peralatan yang mempunyai kecepatan tinggi dimana permukaannya perlu saling berdekatan seperti pada bantalan turbin.

Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliaran fluida yang merupakan gesekan antara molekul – molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang mudah mengalir, dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan– bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi. Pada hukum aliran viskos, Newton menyatakan hubungan antara gaya – gaya mekanika dari suatu aliran viskos sebagai :

Geseran dalam ( viskositas ) fluida adalah konstan sehubungan dengan gesekannya.

Hubungan tersebut berlaku untuk fluida Newtonian, dimana perbandingan antara tegangan geser (s) dengan kecepatan geser (g) nya konstan. Parameter inilah yang disebut dengan viskositas.

Aliran viskos dapat digambarkan dengan dua buah bidang sejajar yang dilapisi fluida tipis diantara kedua bidang tersebut.

Suatu bidang permukaan bawah yang tetap dibatasi oleh lapisan fluida setebal h, sejajar dengan suatu bidang permukaan atas yang bergerak seluas A. Jika bidang bagian atas itu ringan, yang berarti tidak memberikan beban pada lapisan fluida dibawahnya, maka tidah ada gaya tekan yang bekerja pada lapisan fluida.

1. Index kekentalan

Kekentalan minyak pelumas akan berubah sesuai keadaan temperatur dan tekanannya. Kekentalan akan berkurang jika temperatur naik. Viskositas index adalah suatu ukuran yang menyatakan berat banyak kekentalan. Jumlah pertambahan kekentalan tersebut dibandingkan dengan kekentalan dari dua jenis minyak yang telah diketahui besarnya. Index kekntalan dinyatakan dari angka 0 sampai 100. Temperatur suatu peralatan sangat menentukan pemilihan jenis minyak pelumas. Jika temperatur kerja minyak terlalu tinggi, maka kekentalannya akan terlalu rendah untuk memberikan pelumasan yang diperlukan.

2. Titik lumer

Titik lumer adalah suatu temperatur dimana minyak mulai mengalir. Minyak pelumas yang digunakan didalam suatu sistem pendinginan atau dalam suhu dingin harus mempunyai titik lumer yang rendah

3. Titik nyala

Titik nyala adalah suatu temperatur dimana pencampuran uap minyak dengan udara baru mulai terbakar tidak akan menyala.

4. Titik bakar dan kandungan asam.

Titik bakar adalah suatu temperatur dimana minyak akan menyala terus paling sedikit lima detik jika dibakar. Jenis minyak pelumas yang digunakan untuk melayani temperatur tinggi harus mempunyai titik tuang dan titik bakar yang tinggi.

5. Kandungan Asam

Penentuan kandungan asam yang terdapat pada minyak merupakan cara yang baik untuk mengetahui lama penggunaan minyak, dimana jumlahnya dinyakan dengan angka-angka netralisasi keasaman minyak akan bertambah terjadinya penguraian terhadap sifat-sifat minyak. Pengukuran terhadap jumlah asam dapat memberikan informasi terhadap perlunya penggantian peralatan minyak.

Sistem Pelumasan

1. Sistem Terbuka

Suatu sistem pelumasan terbuka memberi minyak pelumas baru kepada permukaan yang bergerak, dan pelumas yang telah digunakan dibuang.

1.1 Pelumasan dengan Tangan

Pelumasan dengan tangan adalah sistem pelumasan terbuka yang paling sederhana dan tertua. Pelumasan dengan tangan mempunyai penggunaan yang terbatas pada unit pembangkit dan metode ini untuk kebanyakan penggunaan telah diganti karena adanya hal-hal yang tidak menguntungkan tersebut. Kekurangan dalam sistem pelumasan dengan tangan adalah, kita sulit mengontrol pemasukan pelumas, yang memungkinkan adanya kelebihan asupan sehingga dapat menimbulkan kebocoran. Begitu pula ketika peralatan mengalami kekurangan pelumas, kita sulit mengetahuinya, sehingga dapat menimbulkan keausan.

1.2 Continous Lubrication

Beberapa peralatan digunakan pada unit-unit pembangkit untuk mengurangi kebutuhan akan pelumasan dengan tangan. Peralatan tersebut akan mensuplai sejumlah pelumas secara kontinue pada bagian-bagian peralatan yang bergerak.

2. Sistem Tertutup

Sistem pelumasan tertutup menggunakan pelumasan yang sama secara berulang-ulang. Dua jenis sistem pelumasan tertutup, yaitu:

Nonforced lubrication (Pelumasan tanpa tekanan)
Forced Lubrication (Pelumasan dengan tekanan)

Selengkapnya...