Adsense Indonesia
Follow Indonesiabaru on Twitter

Minggu, 13 Desember 2009

Pengantar Kestabilan Lereng

Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain.

Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.

Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng.

Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau “diganggu”. Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.

Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :

Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak

Dimana untuk keadaan :

• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap

Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :

• Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya : kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.

• Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan.

• Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.

• Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.

• Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.

• Hasil kerja manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya, suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.


Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :

• Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
• Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan penumpukan.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
• Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
• Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.

Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :

• Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
• Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen batuan
• Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
• Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.

Geometri Jenjang (Bench Dimension)

Sebelum mengetahui beberapa pendapat mengenai dimensi jenjang, perlu diketahui istilah pada jenjang seperti terlihat di bawah ini. Dalam penentuan gometri jenjang, beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain :

o Sasaran produksi harian dan tahunan
o Ukuran alat mekanis yang digunakan
o Sesuai dengan ultimate pit slope
o Sesuai dengan kriteria slope stability
Elemen-elemen suatu jenjang terdiri dari tinggi, lebar dan kemiringan yang penentuan dimensinya dipengaruhi oleh: (1) alat-alat berat yang dipakai (terutama alat gali dan angkut), (2) kondisi geologi, (3) sifat fisik batuan, (4) selektifitas pemisahan yang diharapkan antara bijih dan buangan, (5) laju produksi dan (6) iklim. Tinggi jenjang adalah jarak vertikal diantara level horisontal pada pit; lebar jenjang adalah jarak horisontal lantai tempat di mana seluruh aktifitas penggalian, pemuatan dan pengeboran-peledakan dilaksanakan; dan kemiringan jenjang adalah sudut lereng jenjang. Batas ketinggian jenjang diupayakan sesuai dertgan tipe alat muat yang dipakai agar bagian puncaknya terjangkau oleh boom alat muat. Disamping itu batas ketinggian jenjang pun harus mempertim­bangkan aspek kestabilan lereng, yaitu tidak longsor karena getaran peledakan atau akibat hujan. Tinggi pada tambang terbuka dan quarry batu andesit dan granit sekitar 15 m, sedangkan pada tambang uranium hanya sekitar 1,0 m.

Kemiringan dinding jenjang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk pit serta luas areal pit. Kemiringan lereng jenjang juga akan membantu penentuan jumlah buangan yang harus diangkat untuk mendapatkan bijih. Telah disinggung sebelumnya bahwa lereng jenjang harus stabil selama aktifitas penggailan berlangsung, oleh sebab itu perlu dilakukan analisis kestabilan lereng diseluruh areal tambang (pit). Kekuatan batuan, patahan, retakan-­retakan, kandungan air tanah dan informasi geologi lainnya adalah faktor kunci untuk menganalisis lereng tambang. Akibat dari perbedaan karakteristik batuan dan informasi geologi, maka tidak heran apabila di dalam wilayah penambangan akan terjadi kemiringan lereng yang berbeda. Kemiringan dinding permuka kerja (individual slope) pada tambang bijih dan quarry batuan kompak berkisar antara 720 - 850. Penentuan lebar jenjang akan dipengaruhi oleh laju produksi yang diinginkan, dimensi serta jumlah alat angkut dan alat muat, aktifitas pengeboran-peledakan dan kondisi geologi di sekitar pit.

Tidak ada rumus baku untuk menentukan lebar jenjang; namun, beberapa para­meter penting di bawah ini harus dipertimbangkan, meliputi:

Ø radius manuver alat angkut saat akan dimuat material oleh alat muat, Rm:
Ø cukup leluasa untuk berpapasan minimal dua alat angkut, 2 Lt +c ;
Ø lebar maksimum tumpukan hasil peledakan (muckpile), Mp ;
Ø lebar areal yang akan dibor, Ld.

Berdasarkan parameter di atas, maka dapat dibuat rumus empiris lebar jenjang (LB) sebagai berikut:

LB = Rm+(2Lt+c)+Mp+Ld

Parameter Lt adalah lebar sebuah truck maksimum dan c adalah konstanta yang tergantung pada jarak dua truck yang aman ketika berpapasan, yaitu antara 5,0 m sampai 10 m.
Beberapa pihak yang mengeluarkan pendapat mengenai dimensi jenjang, antara lain :

- Head Quarter of US Army (Pit sand Quarry Technical Bulletin No 5-352)
- Lew is (Elements of Mining)
- L. Shevyakov (Mining of Mineral Deposits)
- Melinkov dan Chevnokov (Safety in Open Cast Mining)
- Popov (The Working of Mineral Deposit)
- Young (Elements of Mining)
- E. P. Pfeider (Surface Mining)
- Head Quarter of US Army (Pit sand Quarry Technical Bulletin No 5-352)
Wmin = Y +Wt + Ls + G + Wb
dimana :
W min : Lebar jenjang minimum (m)
Y : Lebar yang disediakan untuk pengeboran (m)
Wt : Lebar yang disediakan untuk alat -alat (m)
Ls : Panjang power shovel tanpa boom (m)
G : Radius lantai kerja yang terpotong oleh shovel (m)
Wb : Lebar untuk broken material (m)

- Lewis (Elements of Mining)
Tinggi jenjang sebagai berikut :

o Untuk hidraulicking yang baik adalah 20 ft dan maksimum 60 ft
o Untuk dredging kedalaman ideal antara 50 ft – 80 ft, tetapi ada yang sampai 130 m
o Untuk Open-cut antara 12 ft – 75 ft; yang baik 30 ft. Sedangkan untuk tambang bijih dapat mencapai 225 ft. Lebar jenjang disesuaikan dengan loading track, daerah operasi power shovel serta untuk peledakan. Lebarnya antara 20 ft – 75 ft, umumnya 50 ft dan idealnya 30 ft .

- L. Shevyakov (Mining of Mineral Deposits)
Lebar jenjang tergantung pada metode penggalian dan kekerasan bahan galian yang ditambang.

o Untuk Material Lunak
B = (1,00 s.d 1,50 ) Ro + L + L1 + L2
dimana :
B : Lebar jenjang (m)
Ro : Digging radius dari alat muat (m)
L : Jarak ant ara sisi jenjang dengan rel (3 – 4 m)
L1 : Lebar lori (1,75 – 3,00 m)
L2 : Jarak untuk menjaga agar tidak longsor (m)

o Untuk Material Keras
B = N + L + L1 + L2
dimana :
B : Lebar jenjang (m)
N : Lebar yang dibutuhkan untuk broken material (m)

Disini tidak disediakan lebar untuk alat gali / muat, karena dianggap alat muat bekerja disamping broken material

- Melinkov dan Chevnokov (Safety in Open Cast Mining)

o Untuk Lapisan yang lunak (soft strata)
B = 2R + C + C1 + L
dimana :
B : Lebar jenjang (m)
R : Digging radius dari alat muat (m)
C : Jarak sisi jenjang atau broken material ke garis tengah rel (m)
L : lebar yang disediakan untuk faktor keamanan, biasanya sebesar dump-truck (m)

o Untuk Lapisan yang lunak (soft strata)
B = a + C + C1 + L + A
dimana :
B : Lebar jenjang (m)
a : Lebar untuk broken material (m)
A : Lebar pemotongan pert ama (m)

- Popov (The Working of Mineral Deposit)

a. Tinggi jenjang dan kemiringannya

i) Kemiringan jenjang tergantung pada kandung air pada bahan galian; bila relatif kering biasanya memungkinkan kemiringan jenjang yang besar.
ii) Umumnya tinggi jenjang berkisar antara 12 – 15 m dengan kemiringan :

- untuk batuan beku : 70o – 80o
- untuk batuan sedimen : 50o – 60o
- untuk batuan ledge dan pasir kering : 40o – 50o
- untuk batuan yang argilaceous : 35o – 45o

b. Lebar jenjang

Lebar jenjang antara 40 – 60 m, biasanya juga dibuat antara 80 – 100 m jika memakai multi row bore-hole. Lebar minimum untuk batuan keras :
Vr = A + C + C1 + L + B
dimana :
Vr : Lebar jenjang minimum (m)
A : Lebar untuk broken material (m)
C : Jarak sisi timbunan ke sisi tengah rel (m)
C1 : Setengah lebar lori ( m)
B : Lebar endapan yang diledakkan (6 – 12 m)
L : Lebar yang disediakan untuk menjamin ekstraksi endapan pada jenjang di bawahnya

- Young (Elements of Mining)

o Tinggi jenjang
- untuk tambang bijih besi : 20 – 40 ft
- untuk tambang bijih tembaga : 30 - 70 ft
- untuk lime st on e : s.d. 200 ft

o Lebar jenjang : 50 – 250 ft

o Kemiringan jenjang : 45o – 65o

- E. P. Pfeider (Surface Mining)
L = Lm + SF x
dimana :
L : Tinggi jenjang (m)
Lm : Maximum cutting height dari alat-muat (m)
SF : Swell Factor (m)
x = 0,33 untuk cara corner cut
= 0,50 untuk cara box cut

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

manusia gda yang sempurna, jadi mohon maaf kalo ada kekurangan, jd mhon berikan komentar buat blog ini biar bisa membangun..