Adsense Indonesia
Follow Indonesiabaru on Twitter

Minggu, 22 November 2009

Eksplorasi Geofisika

Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam eksplorasi endapan bahan galian. Metoda ini tergolong kepada metoda tidak langsung, dan sering digunakan pada tahapan eksplorasi pendahuluan (reconnaissance), mendahului kegiatan-kegiatan eksplorasi intensif lainnya.

Adapun tahapan-tahapan pekerjaan yang umum digunakan dalam metoda geofisika adalah :

ï Survei pendahuluan (penentuan lintasan)

ï Pemancangan (penandataan titik-titik ukur) dalam areal target

ï Pengukuran lapangan

ï Pembuatan peta-peta geofisika

ï Penarikan garis-garis isoanomali

ï Penggambaran profile

ï Interpretasi anomali

1. Metoda Gaya Berat

Secara umum metoda gaya berat merupakan metoda geofisika yang mengukur variasi gaya berat (gravitational) di bumi. Metoda ini jarang digunakan pada tahapan lanjut eksplorasi bijih, namun cukup baik digunakan untuk mendefinisikan daerah target spesifik untuk selanjutnya disurvei dengan metoda-metoda geofisika lain yang lebih detil.

Adanya variasi medan gravitasi bumi ditimbulkan oleh adanya perbedaan rapat massa (density) antar batuan. Adanya suatu sumber yang berupa suatu massa (masif, lensa, atau bongkah besar) di bawah permukaan akan menyebabkan terjadinya gangguan medan gaya berat (relatif). Adanya gangguan ini disebut sebagai anomali gaya berat. Karena perbedaan medan gayaberat ini relatif kecil maka diperlukan alat ukur yang mempunyai ketelitian yang cukup tinggi. Alat ukur yang sering digunakan adalah Gravimeter. Alat pengukur gayaberat di darat telah mencapai ketelitian sebesar ±0.01 mGal dan di laut sebesar ±1 mGal.

Beberapa endapan seperti zinc, bauksit, atau barit sangat sulit dideteksi melalui metoda magnetik maupun elektrik, namun dapat dideteksi dengan metoda gaya berat (gravity), tapi hanya untuk mengetahui profil batuan sampingnya (tidak dapat langsung mendeteksi bijihnya) melalui anomali densiti.

Dasar teori yang dipakai dalam metoda ini adalah Hukum Newton tentang gravitasi bumi. Untuk bumi yang berbentuk bulat, homogen, dan tidak berotasi, maka massa bumi (M) dengan jari-jari (R) akan menimbulkan gaya tarik pada benda dengan massa (m) di permukaan bumi sebesar :

rumus1

dengan (g) adalah percepatan gaya berat vertikal permukaan bumi.

Harga rata-rata gayaberat di permukaan bumi adalah 9.80 m/s2. Satuan yang digunakan adalah gayaberat adalah milliGal (1 mGal = 10-3 Gal = 10-3 cm/s2) atau ekivalen dengan 10 gu (gravity unit). Variasi gaya berat yang disebabkan oleh variasi perbedaan densitas bawah permukaan adalah sekitar 1 mGal (100 mm/s2).

Karena bentuk bumi bukan merupakan bola pejal yang sempurna, dengan relif yang tidak rata, berotasi serta ber revolusi dalam sistem matahari, tidak homogen. Dengan demikian variasi gayaberat di setiap titik permukaan bumi akan dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu :

ï lintang

ï ketinggian

ï topografi

ï pasang surut

ï variasi densitas bawah permukaan

sehingga dalam pengukuran dan interpretasi, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan (dikoreksi).

1.1 Prosedur Lapangan

Targetan observasi harus mempunyai kontras densiti yang jelas (significant) agar dapat dideteksi oleh gravimetri. Grid (lintasan) yang umum digunakan cukup lebar yaitu antara 200 m s/d 1 km (500 ft s/d 1 mil). Setiap titik pengamatan diusahakan bebas dari angin, pohon-pohon, pengaruh (getaran) tanah, dll. Elevasi setiap titik observasi harus diketahui dengan akurat karena akan diperhitungkan dalam pengkoreksian hasil pembacaan alat. Begitu juga dengan waktu setiap pengukuran.

Series dari hasil perhitungan akan diplot pada kertas grafik terhadap waktu (Gambar 1).

Gambar 1. Contoh pemplotan hasil pengukuran (0,01 mgal = 0,1 g.u).

(Parasnis, 1973, p 239)

gbr 1

1.2 Koreksi Hasil Observasi

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa, harga pengukuran gayaberat di permukaan bumi dipengaruhi oleh 5 faktor. Sedangkan dalam melakukan survei gayaberat diharapkan satu faktor saja yaitu variasi densitas bawah permukaan, sehingga pengaruh 4 faktor lainnya (lintang, ketinggian, topografi, pasang surut) harus direduksi atau dihilangkan dari harga pembacaan alat.

a. Koreksi lintang (latitude)

Koreksi terhadap titik pengukuran terhadap kutub bumi.

rumus2, dimana F1 dan F0 adalah koordinat titik pengukuran dan titik base.

b. Koreksi elevasi (Free-Air Correction)

Koreksi ini merupakan koreksi terhadap pengaruh ketinggian pengukuran terhadap medan gravitasi bumi.

FAC = 3,086 h gu, dimana h adalah elevasi titik pengukuran.

c. Koreksi Bouguer (Bougeur correction)

Koreksi massa lapisan yang diasumsikan berada diantara titik amat dengan bidang referensi (lihat Gambar 2).

gbr 2

Gambar 2. Koreksi Bougeour (Parasnis, 1973, p 242)

BC = 3,086 h gu, dimana h adalah elevasi titik pengukuran.

d. Koreksi topografi (Terrain correction)

Koreksi topografi, Tc, adalah koreksi pengaruh topografi terhadap gayaberat pada titik amat, akibat perbedaan ketinggian antara titik observasi dengan base. Dapat dihitung dengan menggunakan Hammer Chart (lihat gambar 3).

gbr 3

Gambar 3. Model yang digunakan untuk koreksi topografi dan diagram perhitungan (Parasnis, 1973, p 245 dan 246).

1.3 Anomali Bouguer

Merupakan anomali yang dicari dengan cara mereduksi hasil pengukuran lapangan dengan koreksi-koreksi seperti yang telah diuraikan di atas.

Dg = {Dgobs ± DgF + (3,086 – 0,4191r) h + Tr} gu

Contoh penentuan anomali dapat dilihat pada Gambar 4.

gbr 4

Gambar 4. Contoh penentuan Anomali Bougeour

2. Metoda Magnetik

Beberapa tipe bijih seperti magnetit, ilmenit, dan phirotit yang dibawa oleh bijih sulfida menghasilkan distorsi dalam magnet kerak bumi, dan dapat digunakan untuk melokalisir sebaran bijih. Disamping aplikasi landsung tersebut, metoda magnetik dapat juga digunakan untuk survei prospeksi untuk mendeteksi formasi-formasi pembawa bijih dan gejala-gejala geologi lainnya (seperti sesar, kontak intrusi, dll).

Penggunaan metoda magnetik didalam prospek geofisika adalah berdasarkan atas adanya anomali medan magnet bumi akibat sifat kemagnetan batuan yang berbeda satu terhadap lainnya. Alat untuk mengukur perbedaan kemagnetan tersebut adalah magnetometer.

Gaya magnet (F) yang ditimbulkan oleh dua buah kutub yang berjarak (r) dengan muatan masing-masing (m1) dan (m2) adalah :

rumus3, dimana : m adalah permeabilitas magnetik medium.

Kuat medan magnetik (H) pada suatu titik dengan jarak (r) dari muatannya adalah :

rumus4 ,

Jika suatu benda berada dalam medan magnetik dengan kuat medan (H), maka akan terjadi polarisasi magnetik (I) sebesar : I = k.H,

dimana k adalah kerentanan (susceptibilities) magnetik.

Polarisasi magnetik (I) disebut juga dengan intensitas magnetisasi pada suatu medan magnet lemah. Kerentanan magnetik yang merupakan sifat kemagnetan suatu benda/batuan yang besarannya dalam satuan SI atau dalam emu yang diberikan oleh hubungan sebagai berikut :

k = 4p.k

dimana k’ adalah kerentanan magnetik dalam satuan emu dan k dalam SI.

Medan magnetik yang terukur oleh magnetometer (B) adalah medan magnet induksi, sebagai berikut :

rumus5

Faktor (1+k) dilambangkan dengan mr atau dikenal dengan permeabilitas magnetit relatif. Jika k diabaikan, maka m0mr = m, yang dikenal sebagai permeabilitas absolut (ohm.dt/m).

2.1 Sifat Umum Kemagnetan Batuan

Medan magnet bumi secara sederhana dapat digambarkan sebagai medan magnet yang ditimbulkan oleh batang magnet raksasa yang terletak didalam inti bumi, namun tidak berimpit dengan pusat bumi. Medan magnet ini dinyatakan dalam besar dan arah (vektor) dimana arahnya dinyatakan dalam deklinasi (penyimpangan terhadap arah utara-selatan geografis) dan inklinasi (penyimpangan terhadap arah horizontal).

Kuat medan magnet yang terukur dipermukaan sebagian besar berasal dari dalam bumi (internal field) mencapai lebih dari 90%, sedangkan sisanya adalah medan magnet dari kerak bumi, yang merupakan target didalam eksplorasi geofisika, dan medan dari luar bumi (external field).

Karena medan magnet dari dalam bumi merupakan bagian yang terbesar, maka medan ini sering juga disebut sebagai medan utama yang dihasilkan oleh adanya aktivitas di dalam inti bumi bagian luar (salah satu konsep adanya medan utama ini adalah dari teori dinamo).

Mineral-mineral dengan sifat magnet yang cukup tinggi antara lain :

ï Oksida-oksida besi : FeO – Fe2O3 – TiO2

ï Sulfida-sulfida dalam series troilite-phyrotit

2.2 Kerentanan (susceptibilities) Batuan

Kerentanan magnetik merupakan parameter yang menyebabkan timbulnya anomali magnetik dan karena sifatnya yang khas untuk setiap jenis mineral, khususnya logam, maka parameter ini merupakan salah satu subjek didalam prospek geofisika.

Telah diketahui bahwa adanya medan magnet bumi menyebabkan terjadinya induksi magnetik yang besarnya adalah penjumlahan dari medan magnet bumi dan magnet batuan dengan kerentanan magnetik yang cukup tinggi. Besaran ini adalah total medan magnet yang terukur oleh magnetometer apabila remanan magnetiknya dapat diabaikan.

Setiap jenis batuan mempunyai sifat dan karakteristik tertentu dalam medan magnet yang dimanifestasikan dalam parameter kerentanan magnetik batuan atau mineralnya (k). Dengan adanya perbedaan dan sifat khusus dari tiap jenis batuan atau mineral inilah yang melandasi digunakannya metoda magnetik untuk kegiatan eksplorasi maupun kepentingan geodinamika. Pada Tabel 1 dapat dilihat daftar kerentanan magnetik (k) beberapa jenis batuan dan mineral yang umum dijumpai.

Tabel 1 Kerentanan magnet dalam beberapa batuan dan mineral (Telford, 1990., dan Parasnis, 1973).

Tipe

Batuan

Kerentanan

(x 103)

Tipe

Mineral

Kerentanan

(x 103)

Dolomite

0 – 0.9

Graphite

0.1

Limestones

0 – 0.3

Quartz

-0.01

Sandstones

0 – 20

Rock salt

-0.01

Shales

0.01 – 15

Gypsum

-0.01

Amphibolite

0.7

Calcite

-0.001 – 0.01

Schist

0.3 – 3.0

Coal

0.02

Phyllite

1.5

Clays

0.2

Gneiss

0.1 – 25

Chalcopyrite

0.4

Quartzite

4.0

Siderite

1 – 4

Serpentine

3 – 17

Pyrite

0.05 – 5

Granite

0 – 50

Limonite

2.5

Rhyolite

0.2 – 35

Hematite

0.5 – 35

Dolorite

1 - 35

Chromite

3 – 110

Diabase

1 – 160

Ilmenite

300 – 3500

Porphyry

0.3 – 200

Magnetite

1200 – 19200

Gabbro

1 – 90



Basalts

0.2 – 175



Diorite

0.6 – 120



Peridotite

90 – 200



Andesite

160



Porfiri

0.22 – 210



Berdasarkan sifat magnetik yang ditunjukkan oleh kerentanan magnetiknya, batuan dan mineral dapat diklasifikasikan dalam :

ï Diamagnetik, mempunyai kerentanan magnetik (k) negatif dan kecil artinya bahwa orientasi elektron orbital substansi ini selalu berlawanan arah dengan medan magnet luar. Contohnya : graphite, marble, quarts dan salt.

ï Paramagnetik, mempunyai harga kerentanan magnetik (k) positif dan kecil

ï Ferromagnetik, mempunyai harga kerentanan magnetik (k) positif dan besar yaitu sekitar 106 kali dari diamagnetik/paramagnetik.

Sifat kemagnetan substansi ini dipengaruhi oleh keadaan suhu, yaitu pada suhu diatas suhu Curie, sifat kemagnetannya hilang. Efek medan magnet dari substansi diamagnetit dan hampir sebagian besar paramagnetik adalah lemah.

2.3 Penyajian Data Lapangan

Hasil pengukuran oleh magnetometer umumnya disajikan dalam bentuk Peta Anomali Magnetik dengan kontur yang mencerminkan harga anomali yan sama. Dari peta ini, untuk kepentingan eksplorasi masih memerlukan proses lebih lanjut untuk memperoleh daerah targetan atau daerah prospek.

Suatu hal yang penting dalam pengolahan data survei magnetik adalah zero level, dan pekerjaan interpretasi dimulai dari daerah zero level tersebut (lihat Gambar 5)

gbr 5

Gambar 5. Penentuan magnetic zero level (Parasnis, 1973 p 38).

2.4 Interpretasi

Suatu contoh sederhana hasil interpretasi dari hasil pengukuran lapangan dapat dilihat pada Gambar 6.

gbr 6

Gambar 6. Anomali magnetik tubuh bijih suatu mineral (Parasnis, 1973 p 39)

Dari interpretasi data magnetik, parameter-parameter tubuh bijih yang akan diperhitungkan adalah :

ï Kedalaman dari permukaan

ï Panjang (dimensi) endapan

ï Arah endapan

ï Batas bawah endapan

ï Ketebalan dari penampang

ï Intensitas magnetik untuk memperkirakan tipe tubuh bijih

2.5 Contoh Model Anomali Magnetik

Pada Gambar 7 dapat dilihat peta iso magnetik hasil survei magnetik batuan predominantly granulit pada daerah Udal Center Sweden, dengan nilai maksimum 1600g. Kemudian dari peta kontur tersebut dibuat penampang melintang yang memotong daerah anomali, dan diinterpretasikan susunan batuan serta titik anomali (bijih) yang akan ditentukan (Gambar 8)

Gambar 7. Peta isoanomali

gbr 7



gbr 8

Gambar 8. Penampang AA’ dan BB’

3. Metoda Potensial Diri (Self Potential)

Metoda potensial diri pada dasarnya merupakan metoda yang menggunakan sifat tegangan alami suatu massa (endapan) di alam. Hanya saja perlu diingat bahwa anomali yang diberikan oleh metoda potensial diri ini tidak dapat langsung dapat dikatakan sebagai badan bijih tanpa ada pemastian dari metoda lain atau pemastian dari kegiatan geologi lapangan.

Karena pengukuran dalam metoda potensial diri diperoleh langsung dari hubungan elektrik dengan bawah permukaan, maka metoda ini tidak baik digunakan pada lapisan-lapisan yang mempunyai sifat pengantar listrik yang tidak baik (isolator), seperti batuan kristalin yang kering.

Potensial diri yang ada di alam dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

ï The small background potenstials, yang mempunyai interval (fraksi) sampai dengan puluhan mV. Potensial alami ini juga dapat bernilai minus.

ï Potensial mineralisasi, yang mempunyai orde dari ratusan mV sampai dengan ribuan mV.

Secara umum, peralatan yang digunakan pada metoda potensial diri ini terdiri dari elektroda, kabel, dan voltmeter. Elektroda yang digunakan terbuat seperti tabung panjang yang diisi dengan larutan CuSO4 dengan porosnya terbuat dari dari tembaga. Tipe lainnya dikenal dengan elektroda Calomel yang diisi oleh KCl-HgCl2 (lihat Gambar 9). Voltmeter digunakan sebagai penghubung elektroda-elektroda.



gbr 9

Gambar 9. Elektroda yang digunakan dalam metoda potensial diri

Ada dua alternatif dalam melakukan pengukuran metoda potensial diri ini :

ï Cara yang pertama, salah satu elektroda tetap, sedangkan yang satu lagi bergerak pada lintasannya.

ï Cara yang kedua, kedua elektroda bergerak bersamaan secara simultan, katakanlah dengan interval 50 m.

Hasil pengukuran digrafikkan antara jarak (m) dengan hasil pengukuran (mV). Jika gradien hasil pengukuran memperlihatkan gradien yang tinggi (negatif ke positif yang tinggi) terhadap zero level dapat dijadikan sebagai indikator anomali (titik infleksi), lihat Gambar 10.

gbr 10

Gambar 10. Potensial diri dan gradien potensial diri sepanjang penampang melintang tubuh bijih.

Hasil dari survei potensial ini disajikan dalam bentuk peta isopotensial, dan interpretasi dilakukan terhadap daerah anomali dengan menggunakan penampang melintang yang memotong daerah anomali.

4. Metoda Tahanan Jenis (Resistivity)

Metoda geolistrik adalah salah satu metoda geofisika untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan, yaitu dengan mempelajari sifat aliran listrik pada batuan di bawah permukaan bumi. Penyelidikan ini meliputi pendeteksian besarnya medan potensial, medan elektromagnetik dan arus listrik yang mengalir di dalam bumi baik secara alamiah (metoda pasif) maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (metoda aktif) dari permukaan.Dengan metoda elektrik (salah satunya tahanan jenis) mempunyai prinsip dasar mengirimkan arus ke bawah permukaan, dan mengukur kembali potensial yang diterima di permukaan. Hanya saja perlu diingat bahwa untuk daerah dengan formasi yang bersifat isolator metoda elektrik ini tidak efektif.

Pada Gambar 11 dapat dilihat sebaran arus pada permukaan akibat arus listrik yang dikirim ke bawah permukaan. Garis tegas menunjukkan arus yang dikirim mengalami respon oleh suatu lapisan yang homogenous. Sedangkan arus putus-putus menunjukkan arus normal dengan nilai yang sama. Garis-garis tersebut disebut dengan garis equipotensial.

gbr 11

Gambar 11. Garis-garis equipotensial

Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan/mineral dapat dikelompokkan menjadi tiga :

ï konduktor baik (10-8<1w.m)

ï konduktor sedang (1<107W.m)

ï konduktor baik (r>107W.m)

4.1 Faktor Geometri

Dalam melakukan eksplorasi tahanan jenis (resistivitas) diperlukan pengetahuan secara perbandingan posisi titik pengamatan terhadap sumber arus. Perbedaan letak titik tersebut akan mempengaruhi besar medan listrik yang akan diukur. Besaran koreksi terhadap perbedaan letak titik pengamatan tersebut dinamakan faktor geometri. Faktor geometri diturunkan dari beda potensial yang terjadi antara elektroda potensial MN yang diakibatkan oleh injeksi arus pada elektroda arus AB, yaitu :

rumus6

gbr 12

Gambar 12. Susunan jarak elektoda arus dan potensial

Faktor geometri K, merupakan unsur penting dalam perdugaan geolistrik baik pendugaan vertikal maupun horizontal, karena faktor geometri akan tetap untuk posisi AB dan MN yang tetap.

4.2 Konfigurasi Susunan Alat

Untuk mempermudah pekerjaan dan perhitungan interpretasi, penempatan elektroda diatur menurut aturan tertentu. Beberapa aturan tersebut antara lain :

a. Metoda Wenner

gbr 13

Gambar 13. Konfigurasi alat untuk metoda Wenner

Dengan K=2pa

Keuntungan dan keterbatasan metoda Wenner :

ï Sangat sensitif terhadap perubahan lateral setempat (gawir/lensa setempat)

ï Karena bidang equipotensial untuk benda homogen berupa bola, data lebih mudah diproses atau dimengerti

ï Jarak elektroda arus dengan potensial relatif lebih pendek dari sehingga daya tembus alat sama lebih besar

ï Memerlukan tenaga/buruh lebih banyak.

b. Metoda Schlumberger

gbr 14

Gambar 14. Konfigurasi alat untuk metoda Schlumberger

Dengan rumus7

Keuntungan dan keterbatasan metoda Schlumberger :

ï Tidak terlalu sensitif terhadap adanya perubahan lateral setempat, sehingga metoda ini dianjurkan untuk penyelidikan dalam

ï Elektoda potensial tidak terlalu sering dipindahkan, sehingga mengurangi jumlah tenaga/buruh yang dipakai

Perbandingan AB/MN harus diantara 2,5 <>

c. Metoda Double-dipole (Dipole-dipole)

Dengan rumus8

gbr 15

Gambar 15. Susunan konfigurasi metoda Dipole-dipole

d. Metoda Pole-dipole

gbr 16

Gambar 16. Susunan konfigurasi alat untuk metoda Pole-dipole

Dengan rumus9

4.3 Interpretasi Data

Pada Gambar 17 dapat dilihat contoh grafik hasil pengukuran lapangan dan interpretasi bawah permukaan yang diperkirakan.

gbr 17

Gambar 17. Apparent resistivity dan interpretasi profil hasil pengukuran.

Metoda yang digunakan dalam interpretasi data tahanan jenis ini adalah metoda pencocokan kurva (curve mutching). Metoda ini dilakukan karena dari data hasil pengukuran lapangan yang kita dapatkan adalah harga resistivitas semu (apparent resestivity) sebagai fungsi dari spasi elektrodanya, ras = f(AB/2) atau log ras = log f(AB/2).

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam metode ini, yaitu :

ï Interpretasi lapangan, yaitu penentuan bentangan maksimal dan penentuan tipe kurva lapangan

ï Interpretasi awal untuk menentukan harga resistivitas masing-masing lapisan dengan menggunakan kurva standar dan kurva bantu (curve matching partial). Setelah diperoleh nilai resistivitas lapisan dan ketebalannya, maka selanjutnya dapat kita interpretasikan jenis batuan berdasarkan tabel resistivity beberapa jenis batuan (Tabel 2)

ï Interpretasi akhir, Pada tahap ini hasil interpretasi pendahuluan harus dikonfirmasikan dengan data lainnya, misalnya data geologi, sehingga informasi yang disajikan lebih lengkap.

Tabel 2. Harga tahanan jenis beberapa jenis batuan

Tipe Batuan

Resistivity Range (ohm.m)

Granite 3.10-2 – 106
Dacite 2.104(wet)
Andecite 4,5.104(wet) – 1,7.102(dry)
Diabas 20 – 5.107
Basalt 10 – 1,3.107
Tuff 2.103(wet) – 105(dry)
Marble 102 – 2,5.108(dry)
Soil (lapukan batuan kompak) 10 – 2.103
Clay (lempung) 1 – 100
Alluvial dan pasir 10 – 800
Limestone (batu gamping) 50 – 107
Konglomerat 2,5 – 104
Surface water (pada batuan sedimen) 10 – 100
Air payau (3%) 0 -15
Air laut 0 – 2

5. Metoda Seismik Refleksi

Tujuan utama dari suatu survei seismik refleksi adalah memberikan informasi mengenai geologi bawah permukaan. Metoda seismik refleksi ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

ï Seismik dangkal (shallow seismic reflection) yang umumnya digunakan dalam eksplorasi batu bara dan bahan tambang lainnya.

ï Seismik dalam yang umum digunakan untuk eksplorasi daerah prospek hidrokarbon.

Prinsip dasar dari metoda seismik pantul ini adalah pengiriman sinyal ke dalam bumi, dan karena adanya bidang perlapisan (bidang kontak) maka bidang tersebut dapat menjadi bidang pantul (reflektor).

Sinyal yang dikirim melalui alat peledak (S) direfleksikan oleh bidang reflektor oleh titik refleksi (R), dan sinyal yang dipantulkan direkam oleh detektor berupa geofon (G). Jika h adalah ketebalan lapisan, maka waktu (t) yang dibutuhkan oleh sinyal untuk sampai ke detektor adalah :

ï Untuk satu lapisan :

rumus10

ï Untuk dua lapisan :

rumus11

dimana kecepatan rambat dan waktu dapat diketahui, sehingga ketebalan masing-masing lapisan dapat dihitung.

gbr 18

Gambar 18. Sketsa prinsip dasar seismik refleksi

Karena banyaknya aspek yang dibahas dalam seismik ini, maka dalam tulisan ini hanya membahas hal-hal praktis saja.

5.1 Parameter-parameter yang Harus Diperhatikan

Kualitas data seismik sangat ditentukan oleh kesesuaian parameter lapangan yang digunakan dengan kondisi geologi dan kondisi permukaan daerah survei. Di samping itu parameter lapangan juga harus disesuaikan dengan target eksplorasi yang ingin dicapai. Jadi keberhasilan suatu survei seismik sangat ditentukan dari desain parameter lapangan digunakan.

Beberapa parameter lapangan yang harus ditentukan dan disesuaikan dengan kondisi lapangan adalah sebagai berikut :

ï Jumlah dan susunan geopon

ï Interval sampling

ï Jumlah bahan peledak dan kedalaman lubang bor

ï Jarak antar titik tembak

ï Jarak antara geopon

ï Geometri penembakan

ï Filter (high-cut dan low-cut).

Parameter lapangan dirancang berdasarkan data geologi dan data geofisika yang ada, dan penentuannya dilakukan dengan uji coba secara langsung di lapangan. Parameter dipilih berdasarkan optimasi keterbatasan parameter lapangan dalam memecahkan problem yang muncul. Selain itu faktor ekonomis juga merupakan pertimbangan utama dalam optimasi ini.

5.2. Cara Penentuan Parameter Lapangan

a. Analisa noise (gangguan)

Analisa noise ditujukan untuk mendeskripsikan parameter fisis sinyal dan noise sehingga desain parameter lapangan dapat dilakukan dengan baik. Analisa (test) noise ini dilakukan paling awal sebelum survei seismik dimulai. Noise adalah gelombang yang tidak diharapkan dan sering muncul pada saat perekaman seismik. Biasanya mengganggu sinyal refleksi.

b. Susunan geopon (array geophone)

Tujuan dari penentuan array geophone ini adalah untuk mendapatkan bentuk susunan geophone yang dapat berfungsi meredam noise (ground roll) secara optimal sehingga signal to noise ratio-nya (S/N ratio) tinggi. Untuk menaikkan (S/N ratio) ground roll harus diredam dengan cara menebarkan geophone.

c. Test kedalaman dan jumlah dinamit

Tujuan test ini adalah untuk menentukan kedalaman pemboran dan jumlah dinamit yang paling optimum, artinya dapat memberikan hasil perekaman seperti yang diharapkan tetapi juga dengan biaya yang ekonomis.

d. Jarak titik tembak

Untuk melakukan pemilihan jarak terdekat dan terjauh ini, kita kaitkan dengan target dari survei. Untuk memilih jarak terdekat biasanya digunakan acuan target terdangkal, sedangkan untuk jarak terjauh kita gunakan acuan target terdalam.

e. Geometri Penembakan

Informasi struktur geologi dan data geofisika yang ada di daerah penyelidikan sangat diperlukan untuk menentukan geometri penembakan. Pemilihan cara penembakan, tergantung pada kedalaman zona prospek dan kompleksitas struktur bawah permukaan. Pemilihan geometri penembakan berguna untuk memfokuskan energi seismik sehingga efektifitas sumber menjadi lebih optimal.

f. Filter (low cut dan high cut)

Penentuan filter low-cut dan high-cut ini kita lakukan pada instrumen yang kita gunakan. Pemilihan high cut filter dapat ditentukan atas dasar sampling rate yang digunakan karena sampling rate menentukan besarnya frekuensi aliasing. Pemilihan besarnya low cut filter ditujukan untuk meredam noise berfrekuensi lebih rendah dari frekuensi geophone yang digunakan apabila noise tersebut terlalu menenggelamkan sinyal.

g. Sampling rate

Penentuan besar kecilnya sampling rate bergantung pada frekuensi maksimum sinyal yang ingin direkam pada daerah survei tersebut. Tetapi pada kenyataannya, besarnya sampling rate dalam perekaman sangat bergantung pada kemampuan instrumentasi perekaman yang digunakan, dan biasanya sudah ditentukan oleh pabrik pembuat instrumen tersebut. Penentuan sampling rate ini akan memberikan batas frekuensi tertinggi yang terekam akibat adanya aliasing.

5.3 Prosedur Pengambilan Data di Lapangan

a. Pemasangan patok

Sebelum dilakukan pengukuran seismik, maka terlebih dahulu harus ditentukan posisi koordinat (X, Y, dan Z) dari tiap-tiap titik geophone maupun shot point. Penentuan koordinat ini dapat dilakukan dengan menggunakan theodolith ataupun GPS. Titik-titik tersebut, kemudian ditandai dengan patok yang sudah mempunyai harga koordinat terhadap referensi tertentu.

b. Pemasangan geophone

Geophone dipasang sesuai dengan rencana tipe penembakan yang akan dilakukan dan disusun berurutan. Pemasangan geophone diusahakan sedekat mungkin dengan patok yang sudah diukur koordinatnya.

c. Pemasangan sumber peledak

Sumber peledak dipasang sesuai dengan rencana tipe penembakan

d. Persiapan alat perekaman data seismik

Sebelum melakukan penembakan alat perekam harus dicek terlebih dahulu, sehingga data yang dihasilkan cukup optimal.

e. Penembakan

Penembakan hanya dapat dilakukan ketika alat perekam data seismik sudah dilakukan pengecekan dan terpasang dengan baik.

f. Pencatatan data pengamatan pada observer log

Data pengamatan dan kejadian selama berlangsungnya pengukuran kemudian disalin pada buku observer log.

6. Seismik Refraksi

Jika gelombang seismik melewati dua medium yang mempunyai kecepatan rambat yang berbeda, maka gelombang tersebut akan terbiaskan (refraksi). Jika gelombang yang datang membentuk sudut i1 dan dipantulkan dengan sudut i2 dari garis normal (Gambar 19A), maka :

rumus12 , dimana V1 dan V2 adalah kecepatan rambat pada masing-masing media.

Jika V2 lebih besar daripada V1, maka sudut refraksi lebih besar daripada sudut normal, dan disebut sebagai sudut ic.

rumus13 .

Jika gelombang rambat bergerak di sepanjang bidang pantul, maka sudut yang dibentuk disebut dengan sudut kritis (lihat Gambar 19B)

gbr 19

Gambar 19 Refraksi sinar (atas), dan terbentuknya sudut kritis (bawah).

Jika jarak dari break point diketahui, maka dapat diperoleh ketebalan lapisan antara bidang refraksi, yaitu :

rumus14

Contoh grafik hasil survei refraksi dan interpretasi bawah permukaan dapat dilihat pada Gambar 20.

gbr 20

Gambar 20. Kurva time-distances

6.1 Perencanaan Survei

Tahap pertama dari suatu perencanaan survei seismik refraksi adalah memilih lokasi dan panjang lintasan survei dengan menggunakan peta topografi daerah penyelidikan. Lokasi lintasan survei harus di set untuk mencapai tujuan survei secara efisien, yaitu menggunakan informasi yang ada pada peta topografi dan peta geologi. Rekaman titik penerima kedatangan pertama (first arrival) merupakan gelombang langsung dan kedatangan pertama (first break) dari gelombang refraksi tidak muncul.

6.2 Pengambilan Data

Untuk mendapatkan kualitas rekaman seismik refraksi yang tinggi dan mengandung bentuk first break yang tajam perlu dilakukan beberapa teknik, diantaranya adalah stacking, mempertinggi kekuatan sumber dan filtering. Sistem perekam seismik yang bisa digunakan adalah system perekam seismik 24 channel. Sedangkan sumber seismik yang sering digunakan adalah dinamit. Bila menggunakan dinamit sebagai sumber, perlu dipilih tempat yang tepat untuk melakukan peledakan, yaitu tempat dimana energi dinamit dapat terkonversi menjadi energi seismik secara efektif. Biasanya, dinamit diledakkan di dalam lubang bawah permukaan. Bila jarak sumber ke penerima lebih dari seratus meter, akan lebih baik meledakkan dinamit di dalam air dengan kedalaman lebih dari 50 cm atau membuat lubang lebih dalam sehingga ledakan dinamit menjadi lebih efektif.

PUSTAKA

1. Parasnis, D.S., Mining Geophysics., Elsevier Scientifics Publishing Company, New York, 1973

2. Telford, W.M., L.P. Goldart., R.E. Sheriff., Applied Geophysics, Second Edition, Cambridge University Press., 1990

3. ____________, Buku Pegangan Kuliah Lapangan Geofisika, edisi kedua, Program Studi Teknik Geofisika, Jurusan Teknik Geologi, FTM-ITB, 1997

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

manusia gda yang sempurna, jadi mohon maaf kalo ada kekurangan, jd mhon berikan komentar buat blog ini biar bisa membangun..