Endapan gambut dataran rendah (low land peat) di Indonesia telah dikenal sangat luas sebarannya sesuai dengan bentangan dataran rendah pantai, tetapi sampai saat ini perkiraan cadangan masih terlalu kasar. Shell (1983) memperkirakan bahwa endapan gambut yang berketabalan lebih dari 1 m yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan energy mencakup dataran rendah lebih dari 17 juta hectare tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Sejak puluhan tahun terakhir ini timbul gagasan baru untuk membangun daerah terpencil. Hal ini diperkuat oleh laporan Euroconsult (1984) yang antara lain menyatakan bahwa dalam jangka panjang dan tersedianya konsumen, industry pertambangan gambut sebagai bahan pembangkit listrik untuk daerah terpencil di Indonesia akan dapat berkompetisi dengan pembangkit listrik bahan bakar minyak.
1. Komposisi Gambut
Gambut adalah sisa timbunan tumbuhan yang telah mati dan kemudian diuraikan oleh bakteri anaerobic dan aerobic menjadi komponen yang lebih stabil. Selain zat organic yang membentuk gambut terdapat juga zat anorganik dalam jumlah yang kecil. Di lingkungan pengendapannya gambut ini selalu dalam keadaan jenuh air (lebih dari 90%). Zat organic pembentuk gambut sama dengan tumbuhan dalam perbandingan yang berlainan sesuai dengan tingkat bitumen (wak atau resin), humus dan lain-lain. Komposisi zat organic ini tidak stabil tergantung pada proses pembusukan, misalnya cellulose pada tingkat pembusukan dini (H1-H2) sebanyak 15-20%, tetapi pada tingkat pembusukan lanjut (H9-H10) hamper tidak ditemukan.
Sebaliknya humus pada cellulose pada tingkat pembusukan dini terdapat 0-15%, sedangkan pada gambut yang telah mengalami pelapukan yang lebih tinggi (H9-H10) mencapai 50-60%. Unsure-unsur pembentuk gambut sebagian besar terdiri dari karbon (C), hydrogen (H), nitrogen (N) dan oksigen (O). selain unsure utama terdapat juga unsure lain al, Si, S, P, Ca dll dalam bentuk lain terikat, tingkat pembusukan pada gambut akan menaikan kadar karbon (C) dan menurunkan oksigen (O).
Berdasarkan lingkungan tumbuh dan pengendapannya gambut di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Gambut ombrogenus yang kandungan airnya hanya berasal dari air hujan, gambut jenis ini dibentuk dalam lingkungan pengendapan dimana tumbuhan pembentuk yang semasa hidupnya hanya tumbuh dari air hujan, sehingga kadar abunya adalah asli (inherent) dari tumbuhan itu sendiri.
b. Gambut topogenus yang kandungan airnya berasal dari air permukaan. Jenis gambut ini diendapkan dari sisa tumbuhan yang semasa hidupnya tumbuh dari pengaruh air permukaan tanah, sehingga kadar abunya dipengaruhi oleh elemen yang terbawa oleh air permukaan tersebut.
Daerah gambut topogenus lebih bermanfaat untuk lahan pertanian disbanding dengan daerah gambut ombrogenus karena gambut topogenus mengandung relative lebih banyak nutrisi. Kedua jenis gambut tersebut pada hakikatnya secara megaskropis agak sukar didefinisikan secara pasti karena kompleknya tahapan proses pembusukan.Komposisi gambut menentukan mutu dan kegunaannya yang dipengaruhi oleh beberapa factor seperti kandungan zat prganik, abu, bulk density, kandungan kayu, dll.
Fisher (dalam Supraptohardjo & Driessen, 1967) membuat klasifikasi gambut lebih diarahkan pada kepentingan tanah pertanian, yaitu membagi gambut berdasarkan tingkat kesuburan tanah sebagai berikut :
a. Eutropik (subur)
b. Mesotropik (sedang)
c. Oligotropik (miskin)
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa tanah gambut di Indonesia bergam dari subur sampai miskin. Klasifikasi yang lebih akhir menekankan pada tingkat kematangannya atau tingkat dekomposisinya (dalam Supraptohardjo & Driessen, 1967) yaitu :
a. Saprik (terombak lebih dari 66%)
b. Hemik (terombak 33-66%)
c. Fibrik (terombak kurang dari 33%)
Ada pula klasifikasi gambut dengan tidak melihat dekomposisinya tetapi berdasarkan bahan induk yang membentuknya (Backman dkk, 1969, dalam Endang Suarka 1988) yaitu :
a. Gambut endapan, merupakan campuran leli air, herba empang, plangton, dll
b. Gambut berserat teridiri atas berbagai macam rumput, lumut, sphagnum, dll
c. Gambut kayuan terdiri dari pohonan dan konifera
Selain pembagian tersebut diatas gambut digolongkan pula sebagai :
a. Gambut topogen yaitu gambut eutropik atau mesotropik
b. Gambut ombrogen yaitu gambut oligotropik
2. Gambut Sebagai Bahan Bakar
Beberapa alas an yang mendukung pemanfaatan gambut untuk bahan bakar di Indonesia antara lain :
a. Gambut tersedia dalam jumlah cadangan yang cukup besar pada areal yang cukup luas
b. Tanah yang telah diambil gambutnya dapat dipergunakan untuk lahan pertanian
c. Penambangan dan pemrosesan gambut untuk bahan bakar menyerap tenaga kerja
d. Selain dapat menyediakan energy juga secara langsung maupun tidak langsung mempunyai dampak yang baik terhadap lingkungan
3. Daerah Penyebaran Gambut
Jumlah areal gambut didunia diperkirakan 420 juta hectare atau mungkin lebih dari 500 juta hectare. Endapan gambut terdapat diseluruh dunia yang memenuhi syarat-syarat yang memungkinkan pembentukan beriklim dingin dan sedang serta mempunyai sifat presipitasi yang tinggi dan evaporasi yang rendah (Kalmari, 1982 dalam Endang Suarka 1988). Supraptohardjo & Driessen (1976 dalam Endang Suarka 1988) menyebutkan bahwa dalam daerah hutan lebat dengan curah hujan tinggi dan pengaruh air tanah kurang akan membentuk gambut ombrogen, sedangkan gambut topogen pembentukannya dipengaruhi air tanah. Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan gambut seluas 17 juta Ha. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai Negara yang mempunyai cadangan gambut terbesar keempat dunia setelah Kanada 170 juta Ha, Rusia 150 juta Ha, Amerika Serikat 40 juta Ha. Supraptohardjo & Driessen (1976 dalam Endang Suarka 1988) memperikan areal gambut di Indonesia mencapai 16 juta Ha lebih dengan perincian :
a. Pantai timur Sumatera 9,7 juta Ha
b. Kalimantan 6,3 juta Ha
c. Lain-lain 1,3 juta Ha
Perkiraan tersebut hamper sama dengan perkiraan Andrieese (1974) yang menyebutkan bahwa daerah biogeografi bagian timur melayu gambut pada dataran rendah yang menutupi 18 juta Ha, terutama terdapat di pantai timur Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan tengah, Kalimantan selatan, Serawak dan bagian pantai utara Brunei. Gambut pada daerah tersebut sebagian besar adalah gambut ombrogenous.
Sumber : Batubara dan Gambut, Ir. Sukandarrumdi, MSc, PHd
Minggu, 22 November 2009
Gambut
Diposting oleh
Ekky Putra S
di
13.47
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label:
Dunia Tambang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
manusia gda yang sempurna, jadi mohon maaf kalo ada kekurangan, jd mhon berikan komentar buat blog ini biar bisa membangun..